Bila alam telah murka dan menunjukkan kekuatan hakikinya, maka tak akan ada yang bisa mencegahnya. Dan manusia, pada akhirnya hanyalah bagian kecil dari semesta yang lemah dan rapuh. Dan nafsu angkaranya, pada akhirnya hanya akan menghancurkan dirinya sendiri. Bencana-bencana akibat perubahan iklim, yang disebabkan oleh kerusakan alam yang dibuat oleh manusia, kini mulai memangsa kehidupan. Bahkan negara yang merasa sangat jagoan, tak berdaya menghadapi amukan badai siklon yang menerjang New York dan New Jersey.
Akibatnya, Presiden Amerika Serikat Barack Obama menetapkan status "bencana besar" di kedua negara bagian tersebut. Tercatat 26 orang meninggal di tujuh negara bagian di pesisir timur Amerika dan kerugian lebih dari US$ 20 miliar akibat badai ini.
Badai dengan kecepatan 118-152 kilometer per jam yang bermula sebagai siklon tropis di Karibia ini juga mengakibatkan 67 orang meninggal di kawasan Haiti, Kuba, Jamaika, Bahama, dan Dominika.
Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan badai siklon sebenarnya terjadi secara rutin setiap tahun. Jumlahnya relatif tetap di seluruh dunia.
"Tapi dampak bencana siklon di dunia terus meningkat karena besaran dan kekuatannya bertambah," kata Sutopo, Kamis 1 November 2012.
Jumlah badai siklon secara global dari tahun 1980–2008 sebanyak 1.211 badai. Korban meninggal akibat serangan ribuan siklon itu mencapai 402.911 jiwa atau rata-rata per tahun 13.893 orang. Sebanyak 500 juta jiwa ikut menderita akibat dampak terjangan siklon.
Total kerugian ekonomi akibat seluruh badai siklon tersebut mencapai US$ 533 miliar. Angka ini setara dengan US$ 18 miliar per tahun.
Sutopo mengatakan, penduduk yang bertempat tinggal di daerah lintasan siklon adalah yang paling rawan terpapar bencana siklon di dunia. Jepang menempati ranking pertama dari jumlah penduduk yang terpapar siklon, yaitu 22,5 juta jiwa per tahun. Selanjutnya berturut-turut adalah Filipina (16,3 juta), Cina (10 juta ), India (7,6 juta), Taiwan (6,5 juta), Bangladesh (4,6 juta), Amerika Serikat (3,6 juta), Korea Utara (2,1 juta), dan Madagaskar (1,9 juta).
"Namun kenyataannya jumlah penduduk yang terpengaruh dan menderita akibat siklon justru lebih besar dari yang terpapar," ujar Sutopo. Ia mencontohkan pada 2006 sekitar 30 juta penduduk Cina terkena dampak siklon dari 10 juta yang terpapar tiap tahunnya.
Dari jumlah korban meninggal, Bangladesh tercatat menempati urutan pertama yaitu 139 ribu jiwa akibat siklon tahun 1991. Lalu diikuti Myanmar pada 2008 dengan jumlah korban lebih dari 138 ribu akibat siklon Nargis.
Namun dari segi kerugian ekonomi, Amerika Serikat selalu menempati peringkat puncak. Dalam sejarah terjangan badai di Amerika, Sandy menempati urutan ketiga yang mengakibatkan kerugian materiil terbesar. Kerugian paling besar saat badai Katrina menerjang Amerika pada 2005 dan mengakibatkan kerugian US$ 125 miliar. Lalu badai Andrew pada 1992 yang mengakibatkan kerugian ekonomi sebesar US$ 26,5 miliar.
"Dampak ekonomi akibat serangan badai siklon tetap besar. Tapi jumlah korban jiwa cenderung menurun setiap tahun," ujar Sutopo.
Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Sutopo mengatakan Indonesia termasuk aman dari terjangan badai siklon karena tidak pernah dilintasi siklon. "Tetapi hanya terkena imbas dari siklon yang ada di luar wilayah Indonesia," ujarnya.
Akibatnya, Presiden Amerika Serikat Barack Obama menetapkan status "bencana besar" di kedua negara bagian tersebut. Tercatat 26 orang meninggal di tujuh negara bagian di pesisir timur Amerika dan kerugian lebih dari US$ 20 miliar akibat badai ini.
Badai dengan kecepatan 118-152 kilometer per jam yang bermula sebagai siklon tropis di Karibia ini juga mengakibatkan 67 orang meninggal di kawasan Haiti, Kuba, Jamaika, Bahama, dan Dominika.
Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan badai siklon sebenarnya terjadi secara rutin setiap tahun. Jumlahnya relatif tetap di seluruh dunia.
"Tapi dampak bencana siklon di dunia terus meningkat karena besaran dan kekuatannya bertambah," kata Sutopo, Kamis 1 November 2012.
Jumlah badai siklon secara global dari tahun 1980–2008 sebanyak 1.211 badai. Korban meninggal akibat serangan ribuan siklon itu mencapai 402.911 jiwa atau rata-rata per tahun 13.893 orang. Sebanyak 500 juta jiwa ikut menderita akibat dampak terjangan siklon.
Total kerugian ekonomi akibat seluruh badai siklon tersebut mencapai US$ 533 miliar. Angka ini setara dengan US$ 18 miliar per tahun.
Sutopo mengatakan, penduduk yang bertempat tinggal di daerah lintasan siklon adalah yang paling rawan terpapar bencana siklon di dunia. Jepang menempati ranking pertama dari jumlah penduduk yang terpapar siklon, yaitu 22,5 juta jiwa per tahun. Selanjutnya berturut-turut adalah Filipina (16,3 juta), Cina (10 juta ), India (7,6 juta), Taiwan (6,5 juta), Bangladesh (4,6 juta), Amerika Serikat (3,6 juta), Korea Utara (2,1 juta), dan Madagaskar (1,9 juta).
"Namun kenyataannya jumlah penduduk yang terpengaruh dan menderita akibat siklon justru lebih besar dari yang terpapar," ujar Sutopo. Ia mencontohkan pada 2006 sekitar 30 juta penduduk Cina terkena dampak siklon dari 10 juta yang terpapar tiap tahunnya.
Dari jumlah korban meninggal, Bangladesh tercatat menempati urutan pertama yaitu 139 ribu jiwa akibat siklon tahun 1991. Lalu diikuti Myanmar pada 2008 dengan jumlah korban lebih dari 138 ribu akibat siklon Nargis.
Namun dari segi kerugian ekonomi, Amerika Serikat selalu menempati peringkat puncak. Dalam sejarah terjangan badai di Amerika, Sandy menempati urutan ketiga yang mengakibatkan kerugian materiil terbesar. Kerugian paling besar saat badai Katrina menerjang Amerika pada 2005 dan mengakibatkan kerugian US$ 125 miliar. Lalu badai Andrew pada 1992 yang mengakibatkan kerugian ekonomi sebesar US$ 26,5 miliar.
"Dampak ekonomi akibat serangan badai siklon tetap besar. Tapi jumlah korban jiwa cenderung menurun setiap tahun," ujar Sutopo.
Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Sutopo mengatakan Indonesia termasuk aman dari terjangan badai siklon karena tidak pernah dilintasi siklon. "Tetapi hanya terkena imbas dari siklon yang ada di luar wilayah Indonesia," ujarnya.
No comments:
Post a Comment