Di bantaran Kali Ciliwung, banjir tak pernah mengenal belas kasihan.... |
Pada hari Minggu, tanggal 12 Januari 2014, BMKG mengeluarkan peringatan akan terjadinya siklon tropis di wilayah Indonesia Bagian Barat dan di Nusa Tenggara Timur. Jadi, dalam satu atau dua hari ke depan, bakal terjadi cuaca buruk di wilayah antara Sumatera hingga Sulawesi. Dan buat saya, itu adalah berita yang sangat mematahkan hati. Karena kebetulan, saya sudah membuat janji untuk pergi ke Pulau Pramuka, di Kepulauan Seribu, pada hari Selasa, 14 Januari 2014.
Membagi dua bantuan supaya bisa dibagi dalam 2 hari. |
Namanya juga baksos, bareng barang ya oke aja.... |
Sejak itu, cuaca Jakarta tak lagi bersahabat. Hujan deras terjadi setiap hari, sehingga mulai terdengar kabar-kabar mengenai genangan dan banjir di seantero Jakarta. Sementara dari Manado, datang kabar bencana. Telah terjadi banjir bandang di sana, sehingga kota Manado terisolasi karena semua jalan penghubung ke wilayah lain terputus. Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun.
Menurunkan bantuan walaupun di tengah hujan.... |
Kamis pagi, 16 Januari 2014, saya dihubungi sahabat komunitas Ikatan Alumni STP/IISIP Angkatan 1983, yang mengabarkan bahwa mereka akan mengadakan baksos membantu korban banjir pada hari Jumat, 17 Januari 2014, dan saya diundang untuk turut berpartisipasi – minimal untuk hadir. Maka, hari Jumat, usai sholat Jumat saya bertolak ke lokasi yang mereka tentukan, yaitu daerah Gunuk, di Tanjung Barat. Namun di tengah perjalanan, saya dikontak oleh mereka untuk tidak usah ke lokasi, tapi bergabung dengan mereka di Perumahan Tanjung Barat Indah. Maka saya pun meluncur ke sana.
Rumah-rumah yang terendam.... |
Dugaan saya tepat, banjir kembali datang – sebetulnya sudah terjadi di saat kami sedang berembug soal bantuan itu. Maka, ketika banjir mencapai puncaknya pada pukul 02 – dini hari, mereka dihubungi oleh posko di Gunuk. Dan pagi-pagi sekali, bantuan darurat – bahan makanan, segera dikirim ke lokasi. Sorenya, mereka menyerahkan bantuan yang tersisa – berupa pakaian layak pakai – kepada saya, untuk saya salurkan lewat baksos yang dilakukan oleh komunitas Recehan untuk Indonesia, yang kali ini bekerjasama dengan Posko Bantuan Banjir Ikatan Alumni SMA 8F_79.
Mereka yang baksos di tengah malam. |
Baksos Tengah Malam
Hal yang membuat saya merasa aneh, persiapan baksos malam itu disambut dengan ‘hujan aneh’ – yaitu hujan yang selalu tiba-tiba turun dengan deras, beberapa menit, lalu tiba-tiba berhenti, juga untuk beberapa menit, kemudian hujan lebat lagi, berhenti lagi, hujan lagi, dan terus begitu sampai kami usai melaksanakan baksos – pada dini hari, pukul 03.
Memanggul bantuan. |
Minggu, 19 Januari 2014, pukul 00.30, kami berangkat dari posko menuju lokasi bencana yang akan diberi bantuan, yaitu di wilayah Bukti Duri Tanjakan 1, di belakang Dipo Kereta Api Bukit Duri. Hujan deras menyertai keberangkatan kami. Dan pas kami tiba di lokasi bencana, hujan juga kembali turun dengan deras. Sambil berpayung dan berjas hujan kami menurunkan bantuan, di bantu oleh relawan dari posko Bukit Duri Tanjakan 1.
Silaturahim pada dini hari. |
Dari relawan posko kami mendapat penjelasan bahwa di rumah-rumah itu masih ada warga yang bertahan tinggal di lantai dua. Juga di rumah-rumah yang letaknya di belakang rumah-rumah itu, yang semakin dekat dengan Kali Ciliwung, yang rata-rata sudah hampir tenggelam lantai satunya. Mereka mempertaruhkan nyawa hanya karena takut hartanya dijarah oleh para pencoleng yang memanfaatkan keadaan.
Memilah pakaian layak pakai. |
Setelah semua bantuan disampaikan, kami berbincang sebentar dengan Ibu Guru yang menjadi Ibu Posko, lalu pamitan untuk kembali ke posko. Namun sebelum beranjak pulang ke posko, kami menyempatkan melihat ke lokasi banjir yang letaknya dekat dengan jalan raya dan juga Kali Ciliwung. Kondisi rumah-rumah di situ tak jauh beda dengan yang di Bukit Duri Tanjakan 1, terendam lantai satunya. Lewat gang yang lurus menjulur menuju pinggir Kali Ciliwung, kami bisa melihat bagaimana derasnya arus air Kali Ciliwung. Sementara di sisi lain, kami melihat ke arah jalan raya yang menuju Terminal Kampung Melayu yang terendam sekitar satu meter dalamnya. Ada mobil yang terjebak banjir di sana, dan ditinggalkan.
Mendata dan meneliti obat-obatan. |
Baksos Malam Berikutnya...
Rencananya, baksos dilaksanakan pada siang atau sore hari. Namun karena barang bantuannya baru datang pada petang hari, akhirnya baksosnya berlangsung malam hari lagi. Ya sudah. Mungkin memang sudah bakatnya, jadi pembaksos malam hari, hehehe.
Dari markas Recehan untuk Indonesia, kloter bantuan pertama diberangkatkan sehabis Maghrib, yaitu berupa pakaian layak pakai, air minum kemasan, teh, kopi, dan gula. Saya menyusul sekitar 30 menit berikutnya, sambil membawa roti yang baru datang dari pabrik. Kalau kemarin saya ‘diangkut’ bersama barang di mobil barang, kali ini saya ‘diangkut’ dengan sedan tapi sambil rebutan tempat di kursi belakang dengan dus-dus roti. Tak apa, yang penting sampai di tujuan.
Loading bantuan ke mobil. |
Sistem distribusi kali ini dilakukan dengan pembagian secara langsung kepada korban, yang datanya diperoleh dari petugas di lapangan. Sebagian dari penerima bantuan datang sendiri ke posko untuk mengambil jatahnya, dan yang lain disiapkan untuk diantarkan ke lokasi keberadaannya. Untungnya mereka yang datang sendiri ke posko, mereka bisa memilih pakaian layak pakai yang diperlukannya. Mau kaos, atau mau kemeja, mau celana panjang apa celana pendek, dan sebagainya. Begitu juga dengan obat serta bahan makanan.
Pengiriman bantuan dilanjutkan dengan sepeda motor. |
Setelah memberikan bantuan ke posko atau tempat pengungsian, kami lalu meninjau ke lokasi bencana, ke bagian tanggul yang paling rendah yang bisa kami datangi. Dan di sana kami menemukan rumah-rumah yang di depannya menggenang air banjir. Kami kira, hanya jalan di depan rumah-rumah itu saja yang tergenang, tak tahunya ada yang menjelaskan kepada kami bahwa rumah-rumah yang kami lihat itu adalah lantai duanya. Artinya, lantai satu rumah-rumah itu berada di dalam air! Langsung saja kami bergerak mundur dari batas air. Takut kejeblos!
Posko atau tempat pengungsian di tanggul Kali Ciliwung. |
Yang saya kagumi dari anak itu ialah, ia tetap berkeinginan bisa masuk sekolah besok pagi. Padahal, untuk mencapai rumahnya, ia pasti harus berenang atau naik perahu. Selain itu, bisa jadi juga, pakaian seragam sekolahnya basah kena banjir, mengingat beberapa jam sebelum kedatangan kami, rumahnya terendam hingga lantai dua. Di tempat kami berdiri saat ini, katanya, tadinya air setinggi lutut. Kami jadi terharu sekali dengan semangat belajar anak itu.
Ini lantai dua. Lantai satunya di dalam air. |
Sekitar pukul 01 kami telah berada kembali di Posko Bantuan Banjir, di Kebon Baru. Setelah membereskan posko, kami semua lantas membubarkan diri, pulang ke rumah masing-masing. Hanya beberapa orang saja yang tetap tinggal berjaga di posko.
Tiga generasi alumni dan siswa SMA 79. |
No comments:
Post a Comment