"Jika
kamu bisa melihat foto perempuan cantik, maka kamu seharusnya juga bisa
melihat wajahku yang terbakar," kata Mukherjee, pada AFP, di rumahnya
yang kecil di Ibukota India, New Delhi.
"Sangat mudah bagi korban serangan asam untuk menelan racun, tapi saya memilih untuk berdiri dan berteriak melawan kekerasan."
Pemerkosaan yang baru-baru ini terjadi di sebuah bus, di New Delhi -- dan memicu protes di India -- menyoroti lagi tingkat kekerasan terhadap perempuan di India, dimana pelecehan seksual hanya dianggap sebagai godaan biasa.
Pemerkosaan yang baru-baru ini terjadi di sebuah bus, di New Delhi -- dan memicu protes di India -- menyoroti lagi tingkat kekerasan terhadap perempuan di India, dimana pelecehan seksual hanya dianggap sebagai godaan biasa.
Angka kriminalitas nasional mencatat, bahwa dari 256 ribu kasus yang terjadi, 228 ribu terjadi pada perempuan.
Sembilan
tahun lalu, Mukherjee adalah mahasiswi menjanjikan di sebuah kampus di timur Kota Dhanbad. Saat tiga pelajar lain masuk ke rumahnya, ketika itu ia
sedang tidur, dan mereka menyiramkan asam ke mukanya karena menolak mereka.
Mereka
menggunakan cairan bernama "Tezaab", yang biasanya digunakan untuk
membersihkan besi berkarat. Akibatnya, kelopak mata, hidung, dan telinga
Mukherjee pun terbakar.
Setelah melalui 22 prosedur operasi, Mukherjee
tetap tak bisa melihat dan masih setengah tuli. Sampai sekarang, tak ada
satu pun pelaku yang dituntut.
Ketiga
pelaku pernah ditangkap, dan dipenjara, tapi kemudian bebas setelah
membayar jaminan, dan kasusnya pun tenggelam dalam sistem kehakiman India
yang sangat lambat.
"Mereka tak bisa menerima penolakan dari
saya, maka mereka pun memutuskan untuk mengambil wajah saya dan mencuri
hidup saya," ujar Mukherjee, sambil mencari air untuk minum obat yang diberikan
oleh ayahnya.
Pemerintah India tak punya data resmi penyerangan menggunakan zat asam.
Menurut
lembaga amal London, Acid Survivors Trust International, sekitar 1500
serangan zat asam terjadi di seluruh dunia setiap tahunnya. Tapi masih
lebih banyak korban yang memilih untuk tidak melapor ke aparat dan
menderita dalam diam.
Menurut Mukherjee, berbagai upaya tak
berhasil memunculkan dukungan finansial atau hukum dari negara. Bahkan
keluarganya harus menjual rumah dua lantai mereka, lahan pertanian,
emas, dan ternak, untuk membayar biaya pengobatannya.
Dalam
sebuah surat kepada pemerintah, Mukherjee bilang, ia memilih untuk bunuh
diri -- ilegal di India -- daripada terus-terusan hidup dalam
kesakitan.
Namun, saat ia sedih karena berupaya membayar
pengobatannya, Mukherjee mencoba ikut dalam "Kaun Banega Crorepati",
versi India dari kuis "Who Wants to be a Millionaire", yang juga muncul
dalam film "Slumdog Millionaire".
Setelah terpilih sebagai
peserta, Mukherjee memenangkan 2,5 juta rupee, atau Rp436 juta, bulan lalu, karena berhasil menjawab 10 pertanyaan.
Uang itu akan digunakan untuk membiayai operasi plastik tahun depan. Mukherjee masih menyimpan fotonya saat masih remaja.
Kata Mukherjee, permintaan bantuan tak menghasilkan dukungan, namun luka wajahnya memiliki dampak mendalam. "Saat semuanya gagal, saya memutuskan untuk menggunakan wajah saya."
Kata Mukherjee, permintaan bantuan tak menghasilkan dukungan, namun luka wajahnya memiliki dampak mendalam. "Saat semuanya gagal, saya memutuskan untuk menggunakan wajah saya."
Kemenangan yang diraih Mukherjee
memang membantu, tapi masih banyak biaya kesehatan yang harus ia bayar.
"Saya mendapat uang, tapi saya masih butuh banyak lagi untuk pengobatan
saya," ujar dia.
Kegigihannya untuk tidak terus menjadi korban menginspirasi pemirsa, penonton di studio pun menangis saat ia memenangkan kontes tersebut.
Kegigihannya untuk tidak terus menjadi korban menginspirasi pemirsa, penonton di studio pun menangis saat ia memenangkan kontes tersebut.
Pembawa acara kuis, legenda
Bollywood Amitabh Bachchan, menyebut dia "arti keberanian" karena "terus
berjuang melawan segalanya".
"Kadang kita berpikir bahwa hidup
kita sengsara, semuanya tak mendukung kita dan kemudian kita bertemu
orang seperti Sonali, kita lalu sadar betapa beruntungnya kita dan
betapa banyaknya hal yang kita miliki," ujar Amitabh Bachchan dalam acara tersebut.
Mukherjee
ingin menggunakan kasusnya untuk berkampanye bagi sesama korban
serangan asam lainnya, untuk mendorong undang-undang terhadap serangan
serupa. Saat ini, undang-undang untuk kejahatan ini berada di bawah UU
KDRT, dengan hukuman yang relatif ringan.
Pada 2001, negara
tetangga, Pakistan, mengadopsi undang-undang yang memperberat hukuman
antara 14 tahun sampai seumur hidup, untuk serangan zat asam, dan denda
minimum satu juta rupee Pakistan, atau Rp 98,6 juta.
"Para pria
yang menyiramkan zat asam ke muka saya bebas berkeliaran, tapi jika ada
hukuman yang lebih keras maka mereka akan berada di balik terali
penjara," kata Mukherjee.
Pengacara India Aparna Bhatt, yang juga
mewakili korban serangan asam sampai ke Mahkamah Agung, sudah menyebar
petisi publik untuk meminta perawatan medis gratis buat para korban
serangan ini, dan mengatur penjualan zat asam.
"India butuh hukum
baru untuk mendefinisikan kejahatan zat asam dalam cara yang lebih
komprehensif. Seharusnya ada perawatan medis gratis dan rehabilitasi
untuk para korban," kata Bhatt. "Asam adalah senjata berbahaya."
No comments:
Post a Comment