Banyak kisah kehidupan di panti asuhan. Mereka terkumpul karena keadaan. Tapi mereka punya semangat untuk hidup dan terus mengejar cita-cita.
Seperti Bayu Nata Linggar, M Jafar dan bersama puluhan anak-anak lainnya. Mereka menikmati hidup di Yayasan Yatim Piatu Mardhotillah Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur. Bayu kini kini duduk di kelas VII.
Makan seadanya, nasi lauk tempe, plus sambal bukan hal aneh bagi Bayu bersama-sama 24 teman-temannya. Hal itu sudah menjadi kebiasaan di mana mereka tinggal saat ini.
Berbeda dengan anak-anak seusianya yang baru menginjak 12 tahun. Makan enak, apa yang diinginkan tercapai, waktu bermain banyak, ingin sesuatu tinggal bilang orangtuanya atau tinggal tunjuk.
"Kita di sini biasa makan bareng-bareng dengan lauk seadanya, nasi tempe. Ramai-ramai 1 loyang bersama-sama (satu tempat seperti piring besar, istilahnya kembulan)," ujar Bayu dengan lugunya kepada merdeka.com, Jakarta, Kamis (27/2).
Menurutnya, makan bersama-sama dengan cara kembulan satu tempat dapat membangun nuansa kebersamaan di antara mereka. Sama-sama memiliki rasa senasib, sama-sama belajar mandiri, berjuang dan menuntut ilmu, dan pisah dari orangtua.
Tentu, kehidupan mereka amat berbeda dengan anak yang memiliki orangtua dengan ekonomi lebih mapan. Makan tiga kali teratur, banyak kantongi uang jajan, waktu bermain leluasa dan apa-apa ada.
Kegiatan mereka juga tidak sebebas dengan anak pada umumnya. Dari pagi, siang hingga malam menjelang tidur, seabrek kegiatan sudah terjadwal. Mulai pagi pukul 04.30 WIB wajib jemaah subuh hingga jelang tengah malam.
Makan hanya dua kali dengan lauk dan makanan yang apa adanya. Waktu bermain pun juga tidak sebebas dan seleluasa anak-anak seusianya.
Anak-anak panti ini, sebagian besar orangtuanya adalah tergolong ekonomi tidak mampu. Anak-anak tersebut masuk dan menginap di yayasan dengan harapan dapat belajar mandiri sedari kecil.
Salah satu pembina anak-anak yatim tersebut, Arif Wahyudin mengatakan, makan satu tempat dan tidur bersama-sama dalam satu ruangan, sudah menjadi budaya tersendiri yang ditanamkan. Hal ini untuk membangun nilai kebersamaan di antara anak satu dengan anak lainnya. Selain itu, tentunya karena faktor keterbatasan ekonomi.
"Tapi semuanya menikmati dan tidak menjadi penghalang mereka untuk belajar. Jadwal belajar anak-anak lebih padat, jiwa kemandirian dan kebersamaan terasah," tandasnya.
No comments:
Post a Comment