KETIKA
saya pertama kali berjumpa dengan komunitas ini di Jembatan Kota Intan,
pada akhir tahun 2013, mereka masih menggunakan nama Komunitas Pantun Betawi.
Namun karena sesuatu dan lain hal, wawancara dengan komunitas ini baru
bisa terlaksana pada pertengahan Februari 2014, juga di Jembatan Kota
Intan. Dan untungnya, wawancara itu baru terlaksana pada hari itu.
Karena ketika komunitas ini akan dilegalkan, ternyata nama Komunitas
Pantun Betawi sudah digunakan oleh komunitas lain. Maka kemudian
dicarilah nama lain yang mempunyai ruh dan semangat yang sama dengan
nama sebelumnya. Akhirnya, ditetapkanlah namanya, yaitu Komunitas Anak Betawi Pecinta Pantun.
Melihat pada nama yang pernah dan akhirnya resmi menjadi namanya, selalu ada “Pantun” di sana. Apa itu berarti komunitas ini hanya berkutat di bidang pantun? Ternyata tidak. Memang benar bahwa mereka yang tergabung dalam komunitas ini suka berpantun, dan peduli pada pantun Betawi yang semakin tenggelam, serta akan berjuang untuk membangkitkannya kembali. Akan tetapi, ternyata misi komunitas ini tak hanya berhenti pada upaya pelestarian pantun Betawi saja, namun juga seluruh budaya Betawi yang mulai punah.
“Kami menyiapkan diri untuk menjadi komunitas yang merangkul semua lembaga, kelompok, atau komunitas yang mengkhususkan aktivitasnya pada pelestarian budaya Betawi, baik yang berupa Palang Pintu, Berebut Dandang, Gambang Kromong, Lenong, tari, dan sebagainya, untuk secara bersama-sama menggali, melestarikan, dan membesarkan kembali budaya Betawi, sehingga bisa kembali menjadi kepribadian masyarakat Betawi, dan pastinya menjadi tuan rumah di kampungnya sendiri. Dengan demikian, masyarakat Betawi bisa semakin merasa bangga dengan identitasnya sebagai orang Betawi,” jelas Rifai, yang Pendiri Komunitas Anak Betawi Pecinta Pantun ini. “Termasuk warga Jakarta saat ini dan nanti, walaupun bukan dari etnis Betawi.”
Selain menjadikan budaya Betawi sebagai kepribadian masyarakat Betawi, komunitas ini juga ingin agar budaya Betawi bisa pula menjadi ladang untuk mencari nafkah bagi pelaku-pelakunya. Supaya mereka bisa fokus berkebudayaan, tanpa harus memikirkan soal pendaringan (tempat menyimpan beras) yang kosong glondangan atau pun dapur yang sudah seharian nggak ngebul. Mereka harus selalu punya keyakinan bahwa apa yang diupayakannya itu bisa menghidupi mereka, dan dihargai secara layak oleh semua kalangan.
Lebih lanjut Rifai menuturkan, “Sebagai langkah awal, kami sedang menyiapkan sebuah rencana untuk mengadakan event budaya. Itu sebabnya kami membuatkan badan hukum untuk komunitas kami ini. Karena Bamus Betawi mensyaratkan agar kami berbadan hukum apabila ingin mendapat dukungan dari Bamus untuk menyelenggarakan event.”
“Event budaya ini nantinya akan berupa pagelaran budaya-budaya Betawi, baik yang tradisional maupun yang modern. Dan penggabungan itu ditujukan agar tercermin betapa kayanya budaya Betawi itu sesungguhnya. Sehingga dengan itu akan semakin menguatkan semangat para pelaku budaya Betawi untuk terus berkarya dan memelihara warisan yang tak ternilai ini. Selain itu, pagelaran ini nantinya akan melibatkan juga komunitas-komunitas lain yang berkecimpung di ranah budaya Betawi. Supaya mereka semua terlibat dan tak merasa ditinggalkan,” ungkap Rifai.
Selain event budaya Betawi, komunitas ini juga sedang merancang unit-unit usaha yang nantinya akan dikelola oleh komunitas sebagai sumber pemasukan dana, yang pastinya akan sangat berguna untuk mendukung kegiatan harian komunitas, dan juga buat membiayai event-event yang akan diselenggarakan. Unit-unit usaha yang sedang dirancang itu antara lain adalah dengan membuka Distro Betawi, Kuliner Betawi, dan juga menerbitkan buku Pantun Betawi.
Dimulai di Media Sosial
Terbentuknya Komunitas Anak Betawi Pecinta Pantun dimulai di Facebook. Saat itu, sekumpulan orang yang suka dengan pantun Betawi dan suka berpantun Betawi, membentuk grup di media sosial itu dengan nama Komunitas Pantun Betawi. Tak dinyana, ternyata peminatnya cukup banyak. Walaupun seperti biasanya, jumlah anggota yang bergabung di media sosial tidak mencerminkan jumlah yang aktif di dalam kegiatan di dunia nyata.
Namun, meski dukungan anggota grup hanya sebatas di dunia maya, para Anak Betawi Pecinta Pantun ini tak tersurutkan semangat dan niatnya untuk tetap menjadi pengibar panji-panji budaya Betawi yang mereka cintai. Mereka terus saling berbalas pantun di media sosial, di dalam grup mereka yang baru di Facebook, yaitu Komunitas Anak Betawi Pecinta Pantun, dan juga di tempat mereka biasa berkumpul, yakni di Jembatan Kota Intan, Kota Tua, Jakarta.
“Di sini tempat rutin kami berkumpul di tiap hari Minggu, untuk terus mengasah kemampuan kami berpantun – dengan saling berbalas pantun, juga membahas apa-apa yang ingin kami capai dengan komunitas ini, membahas AD/ART yang lagi kami susun, termasuk membicarakan segala hal yang berkaitan dengan komunitas ini dan para anggotanya. Soalnya, waktu untuk kami bertemu dan berkumpul itu, ya cuma di hari Minggu. Di hari lain kami rata-rata sibuk dengan pekerjaan dan urusan keluarga. Makanya, pas saatnya berkumpul, ya kami bahas semuanya sampai kelar,” ungkap Nizam Savena, Ketua Harian atau Ketua Kegiatan dan sekaligus juga merangkap sebagai Humas Komunitas Anak Betawi Pecinta Pantun.
Luar biasanya komunitas ini, anggotanya yang aktif tak cuma warga Jakarta, tapi juga ada yang datang dari wilayah-wilayah di pinggiran Jakarta, yaitu dari Bekasi, Depok, Tangerang, dan bahkan juga dari Bogor. Karena kenyataannya, orang Betawi saat ini memang sudah terpencar-pencar ke luar dari Jakarta akibat penggusuran. Selain itu, ternyata anggota komunitas ini tidak semuanya orang Betawi asli. Ada juga yang berasal dari suku-suku lain, mulai dari Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, dan terutama dari Pulau Jawa. “Prinsipnya, apa pun suku dan agamanya, kalau dia peduli pada budaya Betawi dia adalah saudara kami,” tegas Nizam.
Pembinaan Budaya Betawi di Karang Taruna
Selain menyiapkan event-event budaya Betawi, Komunitas Anak Betawi Pecinta Pantun juga sedang menjajaki kemungkinan untuk bekerjasama dengan karang taruna-karang taruna, dalam hal pembinaan budaya Betawi. Ini penting, supaya warga DKI Jakarta yang notabene adalah wilayah Betawi mengenal budaya Betawi. “Setidaknya mereka jadi kenal dengan budaya Betawi,” tegas Rifai. “Tapi akan lebih bagus lagi kalau mereka juga mau mendalami budaya Betawi dan ikut memelihara serta mengembangkannya secara positif. Supaya mereka bukan cuma ber-KTP Jakarta, tapi juga berbudaya Jakarta.”
Dengan bekerjasama secara komprehensif dengan lembaga atau kelompok atau komunitas yang berkecimpung di ranah budaya Betawi, Komunitas Anak Betawi Pecinta Pantun akan menyediakan tenaga pengajar atau pembina, yang akan melatih remaja-remaja karang taruna tersebut. “Soal honor, ya setidaknya ada ongkos untuk pergi dan pulang saja sudah cukuplah. Sebab, terkadang si pengajar ini 'kan datang dari tempat yang jauh, entah dari Bekasi, Depok, Tangerang, atau bahkan mungkin juga dari Bogor. Supaya tidak memberatkan kedua belah pihaklah,” jelas Rifai.
Pada hari saat tulisan ini diturunkan, Grup Komunitas Anak Betawi Pecinta Pantun di Facebook memiliki anggota sebanyak 1.768 orang. Namun kalau kita datang ke Kota Tua, di Jembatan Kota Intan, kita hanya akan bertemu dengan puluhan orang saja dari mereka. Akan tetapi, itu bukanlah hal yang patut dikhawatirkan. “Seleksi alam selalu berlaku dalam kelompok apa pun. Mungkin mereka yang seribu lebih itu belum punya keluangan waktu untuk bergabung dengan kita di sini, atau mungkin juga memang belum waktunya untuk semua berkumpul,” ujar Nizam. “Mudah-mudahan kalau kita mengadakan event budaya Betawi nanti, semua bisa hadir untuk menyaksikan dan turut menikmati apa yang selama ini kita perjuangkan bersama,” lanjutnya, tetap optimis.
Ya, optimisme. Itu spirit yang harus tetap ada di dalam setiap perjuangan mewujudkan impian. Termasuk dalam memperjuangkan kelestarian budaya Betawi. Selamat berjuang, Abang dan Mpok di Komunitas Anak Betawi Pecinta Pantun. Yakinlah, tak ada perjuangan yang tiada membawa hasil.
Melihat pada nama yang pernah dan akhirnya resmi menjadi namanya, selalu ada “Pantun” di sana. Apa itu berarti komunitas ini hanya berkutat di bidang pantun? Ternyata tidak. Memang benar bahwa mereka yang tergabung dalam komunitas ini suka berpantun, dan peduli pada pantun Betawi yang semakin tenggelam, serta akan berjuang untuk membangkitkannya kembali. Akan tetapi, ternyata misi komunitas ini tak hanya berhenti pada upaya pelestarian pantun Betawi saja, namun juga seluruh budaya Betawi yang mulai punah.
“Kami menyiapkan diri untuk menjadi komunitas yang merangkul semua lembaga, kelompok, atau komunitas yang mengkhususkan aktivitasnya pada pelestarian budaya Betawi, baik yang berupa Palang Pintu, Berebut Dandang, Gambang Kromong, Lenong, tari, dan sebagainya, untuk secara bersama-sama menggali, melestarikan, dan membesarkan kembali budaya Betawi, sehingga bisa kembali menjadi kepribadian masyarakat Betawi, dan pastinya menjadi tuan rumah di kampungnya sendiri. Dengan demikian, masyarakat Betawi bisa semakin merasa bangga dengan identitasnya sebagai orang Betawi,” jelas Rifai, yang Pendiri Komunitas Anak Betawi Pecinta Pantun ini. “Termasuk warga Jakarta saat ini dan nanti, walaupun bukan dari etnis Betawi.”
Selain menjadikan budaya Betawi sebagai kepribadian masyarakat Betawi, komunitas ini juga ingin agar budaya Betawi bisa pula menjadi ladang untuk mencari nafkah bagi pelaku-pelakunya. Supaya mereka bisa fokus berkebudayaan, tanpa harus memikirkan soal pendaringan (tempat menyimpan beras) yang kosong glondangan atau pun dapur yang sudah seharian nggak ngebul. Mereka harus selalu punya keyakinan bahwa apa yang diupayakannya itu bisa menghidupi mereka, dan dihargai secara layak oleh semua kalangan.
Lebih lanjut Rifai menuturkan, “Sebagai langkah awal, kami sedang menyiapkan sebuah rencana untuk mengadakan event budaya. Itu sebabnya kami membuatkan badan hukum untuk komunitas kami ini. Karena Bamus Betawi mensyaratkan agar kami berbadan hukum apabila ingin mendapat dukungan dari Bamus untuk menyelenggarakan event.”
“Event budaya ini nantinya akan berupa pagelaran budaya-budaya Betawi, baik yang tradisional maupun yang modern. Dan penggabungan itu ditujukan agar tercermin betapa kayanya budaya Betawi itu sesungguhnya. Sehingga dengan itu akan semakin menguatkan semangat para pelaku budaya Betawi untuk terus berkarya dan memelihara warisan yang tak ternilai ini. Selain itu, pagelaran ini nantinya akan melibatkan juga komunitas-komunitas lain yang berkecimpung di ranah budaya Betawi. Supaya mereka semua terlibat dan tak merasa ditinggalkan,” ungkap Rifai.
Selain event budaya Betawi, komunitas ini juga sedang merancang unit-unit usaha yang nantinya akan dikelola oleh komunitas sebagai sumber pemasukan dana, yang pastinya akan sangat berguna untuk mendukung kegiatan harian komunitas, dan juga buat membiayai event-event yang akan diselenggarakan. Unit-unit usaha yang sedang dirancang itu antara lain adalah dengan membuka Distro Betawi, Kuliner Betawi, dan juga menerbitkan buku Pantun Betawi.
Dimulai di Media Sosial
Terbentuknya Komunitas Anak Betawi Pecinta Pantun dimulai di Facebook. Saat itu, sekumpulan orang yang suka dengan pantun Betawi dan suka berpantun Betawi, membentuk grup di media sosial itu dengan nama Komunitas Pantun Betawi. Tak dinyana, ternyata peminatnya cukup banyak. Walaupun seperti biasanya, jumlah anggota yang bergabung di media sosial tidak mencerminkan jumlah yang aktif di dalam kegiatan di dunia nyata.
Namun, meski dukungan anggota grup hanya sebatas di dunia maya, para Anak Betawi Pecinta Pantun ini tak tersurutkan semangat dan niatnya untuk tetap menjadi pengibar panji-panji budaya Betawi yang mereka cintai. Mereka terus saling berbalas pantun di media sosial, di dalam grup mereka yang baru di Facebook, yaitu Komunitas Anak Betawi Pecinta Pantun, dan juga di tempat mereka biasa berkumpul, yakni di Jembatan Kota Intan, Kota Tua, Jakarta.
“Di sini tempat rutin kami berkumpul di tiap hari Minggu, untuk terus mengasah kemampuan kami berpantun – dengan saling berbalas pantun, juga membahas apa-apa yang ingin kami capai dengan komunitas ini, membahas AD/ART yang lagi kami susun, termasuk membicarakan segala hal yang berkaitan dengan komunitas ini dan para anggotanya. Soalnya, waktu untuk kami bertemu dan berkumpul itu, ya cuma di hari Minggu. Di hari lain kami rata-rata sibuk dengan pekerjaan dan urusan keluarga. Makanya, pas saatnya berkumpul, ya kami bahas semuanya sampai kelar,” ungkap Nizam Savena, Ketua Harian atau Ketua Kegiatan dan sekaligus juga merangkap sebagai Humas Komunitas Anak Betawi Pecinta Pantun.
Luar biasanya komunitas ini, anggotanya yang aktif tak cuma warga Jakarta, tapi juga ada yang datang dari wilayah-wilayah di pinggiran Jakarta, yaitu dari Bekasi, Depok, Tangerang, dan bahkan juga dari Bogor. Karena kenyataannya, orang Betawi saat ini memang sudah terpencar-pencar ke luar dari Jakarta akibat penggusuran. Selain itu, ternyata anggota komunitas ini tidak semuanya orang Betawi asli. Ada juga yang berasal dari suku-suku lain, mulai dari Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, dan terutama dari Pulau Jawa. “Prinsipnya, apa pun suku dan agamanya, kalau dia peduli pada budaya Betawi dia adalah saudara kami,” tegas Nizam.
Pembinaan Budaya Betawi di Karang Taruna
Selain menyiapkan event-event budaya Betawi, Komunitas Anak Betawi Pecinta Pantun juga sedang menjajaki kemungkinan untuk bekerjasama dengan karang taruna-karang taruna, dalam hal pembinaan budaya Betawi. Ini penting, supaya warga DKI Jakarta yang notabene adalah wilayah Betawi mengenal budaya Betawi. “Setidaknya mereka jadi kenal dengan budaya Betawi,” tegas Rifai. “Tapi akan lebih bagus lagi kalau mereka juga mau mendalami budaya Betawi dan ikut memelihara serta mengembangkannya secara positif. Supaya mereka bukan cuma ber-KTP Jakarta, tapi juga berbudaya Jakarta.”
Dengan bekerjasama secara komprehensif dengan lembaga atau kelompok atau komunitas yang berkecimpung di ranah budaya Betawi, Komunitas Anak Betawi Pecinta Pantun akan menyediakan tenaga pengajar atau pembina, yang akan melatih remaja-remaja karang taruna tersebut. “Soal honor, ya setidaknya ada ongkos untuk pergi dan pulang saja sudah cukuplah. Sebab, terkadang si pengajar ini 'kan datang dari tempat yang jauh, entah dari Bekasi, Depok, Tangerang, atau bahkan mungkin juga dari Bogor. Supaya tidak memberatkan kedua belah pihaklah,” jelas Rifai.
Pada hari saat tulisan ini diturunkan, Grup Komunitas Anak Betawi Pecinta Pantun di Facebook memiliki anggota sebanyak 1.768 orang. Namun kalau kita datang ke Kota Tua, di Jembatan Kota Intan, kita hanya akan bertemu dengan puluhan orang saja dari mereka. Akan tetapi, itu bukanlah hal yang patut dikhawatirkan. “Seleksi alam selalu berlaku dalam kelompok apa pun. Mungkin mereka yang seribu lebih itu belum punya keluangan waktu untuk bergabung dengan kita di sini, atau mungkin juga memang belum waktunya untuk semua berkumpul,” ujar Nizam. “Mudah-mudahan kalau kita mengadakan event budaya Betawi nanti, semua bisa hadir untuk menyaksikan dan turut menikmati apa yang selama ini kita perjuangkan bersama,” lanjutnya, tetap optimis.
Ya, optimisme. Itu spirit yang harus tetap ada di dalam setiap perjuangan mewujudkan impian. Termasuk dalam memperjuangkan kelestarian budaya Betawi. Selamat berjuang, Abang dan Mpok di Komunitas Anak Betawi Pecinta Pantun. Yakinlah, tak ada perjuangan yang tiada membawa hasil.
Jalan-jalan ke Kota Tua
Beli minuman di dalam botol
Jangan sangsi, jangan putus asa
Setiap usaha pasti akan berhasil
Beli minuman di dalam botol
Jangan sangsi, jangan putus asa
Setiap usaha pasti akan berhasil
No comments:
Post a Comment