PENDERITAAN itu ada di mana-mana. Di negeri yang makmur, atau di negeri yang melarat, masyarakat tak mampu selalu saja ada. Hanya saja, yang membedakan adalah standar ketidak-mampuannya. Boleh jadi orang tak mampu di negara maju punya penghasilan setaraf penghasilan orang cukup mampu di negara terbelakang, namun berdasarkan standar hidup, maka orang tidak mampu tetap saja tak bisa hidup layak. Karena, biaya sekali makan di negara maju dengan di negara terbelakang tidaklah sama. Pengemis di Jepang, misalnya, punya penghasilan 30.000 yen atau setara 3 juta rupiah per hari, dengan kurs 100 rupiah per yen. Namun kalau biaya makan di sana, sekali makan, minimal 10.000 yen, maka penghasilan itu hanya cukup untuk makan sehari dengan kategori makanan yang paling murah. Jadi, kalau pengemis di Indonesia, misalnya, berpenghasilan 30.000 rupiah per hari, maka penghasilan itu pun cukup untuk makan sehari, dengan biaya makan 10.000 rupiah setiap kali makan. Alhasil, sama saja, kan?
Begitu juga dengan tempat tinggal. Di Indonesia ada rumah petakan, di negara maju juga. Nah, berikut ini adalah potret petakan gaya Hong Kong. Silakan Anda nilai sendiri ukuran kelayakannya....
Saat ini, dengan lebih dari 200 ribu orang yang berada di
daftar tunggu untuk mendapatkan perumahan yang disubsidi di Hong Kong, maka banyak orang
yang memilih tinggal di bangunan pabrik, atau flat yang 'dimutilasi', agar
bisa menampung beberapa keluarga sekaligus, atau malah hidup dalam
'rumah kandang', kotak dibatasi kawat yang ditumpuk satu dengan lainnya
di kamar yang ramai.
Michelle Wong, seorang single parent (orangtua tunggal), bermain dengan anaknya yang berusia dua tahun di kamar tidur yang hanya seluas 8
meter persegi, di flat dengan sewa $387 per bulan (Rp. 3,7
juta) di Sham Shui Po, salah satu distrik tertua di Hong Kong. Foto diambil: 4 February 2013. REUTERS/Bobby Yip
Lee Oi Lin, seorang perempuan berusia 56 tahun, duduk di atas tempat tidur di flatnya yang hanya seluas 4,1 meter persegi, di Hong Kong. Untuk kamarnya yang kecil itu, Lee membayar sewa bulanannya sebesar HK$1,500 (Rp. 1,8 juta). Foto diambil: 19 Januari 2012. REUTERS/Tyrone Siu
Li Rong, perempuan berusia 37 tahun, duduk di atas tempat tidur di flatnya yang hanya seluas 3,2 meter persegi di Hong Kong. Foto diambil: 1 November 2012. REUTERS/Tyrone Siu
King, seorang pemuda yang baru berusia 18 tahun. Ia bekerja sebagai bartender, dan ia tinggal di dalam "kotak kayu" (petakan yang dibatasi oleh partisi-partisi triplek atau semacamnya) di Hong Kong. Foto diambil: 9 Oktober 2012. REUTERS/Damir Sagolj
Para penghuni "kotak kayu" duduk-duduk, bersosialisasi dengan para tetangga, di antara kotak kayu tempat mereka tinggal di Hong Kong. Foto diambil: 9 Oktober 9, 2012. REUTERS/Damir Sagolj
Kam Chung, lelaki berusia 49 tahun. Dengan mengenakan penyangga punggungnya, ia berbaring di tempat tinggalnya di kotak kayu di Hong Kong. Foto diambil: 9 Oktober 2012. REUTERS/Damir Sagolj
Seorang perempuan tinggal di dalam rumah kotak kayunya, yang merupakan salah satu dari 19 unit yang memiliki luas masing-masing hanya 2,2 meter persegi, di kompleks apartemen seluas 55,7 meter persegi, di Hong Kong. Foto diambil: 16 September 2009. REUTERS/Bobby Yip
Di "Home for Love", orang-orang ini sedang beristirahat, yaitu sebuah akomodasi milik badan amal untuk mantan tunawisma dan pengangguran, yang menjadi penuh setelah terjadi krisis keuangan, di Hong Kong. Foto diambil: 17 Maret 2009. REUTERS/Bobby Yip
Di rumah kandang mereka berusaha bisa beristirahat sebagaimana mestinya orang yang tinggal di sebuah rumah. Rumah kandang ini adalah salah satu dari 100 rumah kandang yang ada di Hong Kong. Foto diambil: 20 Maret 2009. REUTERS/Bobby Yip
Wong Chun-sing, lelaki yang telah berusia 91 tahun, tak segan berpose di kubikel tempatnya tinggal. Rumah kotak kayunya itu adalah salah satu dari 19 unit seluas masing-masing 2,2 meter persegi yang ada di Hong Kong. Foto diambil: 16 September 2009. REUTERS/Bobby Yip
Yan Chi-keung nikmat tidur di kandang tempatnya tinggal, di distrik Tai Kok Tsui, Hong Kong. Di distrik tua seperti ini, ratusan pria jompo tinggal di kandang-kandang yang sempit dan memuat 12 orang dalam satu rumah, seringnya dalam kondisi kumuh. Foto diambil: 16 Juli 2008. REUTERS/Victor Fraile
Inilah pemandangan bangunan flat-flat tua, yang di dalamnya memuat flat yang dibagi-bagi, di Sham Shui Po, salah satu distrik tertua di Hong Kong. Foto diambil: 4 Februari 2013. REUTERS/Bobby Yip
Seorang pria berdiri di samping flatnya di dalam sebuah bangunan industri di Hong Kong. Foto diambil: November 1, 2012. Pada bulan Oktober, saat Leung Chun-ying memimpin Hong Kong, rumah kandang kembali dimunculkan. Juga apartemen kotak kayu.
Seorang warga sedang menonton TV di area umum, di depan tempat tidurnya yang ia sewa dengan harga $ 167 (sekitar Rp. 1,5 juta) sebagai rumahnya di Hong Kong. Foto diambil 1 November 2012. REUTERS / Tyrone Siu
Begitu juga dengan tempat tinggal. Di Indonesia ada rumah petakan, di negara maju juga. Nah, berikut ini adalah potret petakan gaya Hong Kong. Silakan Anda nilai sendiri ukuran kelayakannya....
Michelle Wong dan anaknya. |
Kamar Michelle Wong. |
Lee Oi Lin, seorang perempuan berusia 56 tahun, duduk di atas tempat tidur di flatnya yang hanya seluas 4,1 meter persegi, di Hong Kong. Untuk kamarnya yang kecil itu, Lee membayar sewa bulanannya sebesar HK$1,500 (Rp. 1,8 juta). Foto diambil: 19 Januari 2012. REUTERS/Tyrone Siu
Li Rong, perempuan berusia 37 tahun, duduk di atas tempat tidur di flatnya yang hanya seluas 3,2 meter persegi di Hong Kong. Foto diambil: 1 November 2012. REUTERS/Tyrone Siu
King, seorang pemuda yang baru berusia 18 tahun. Ia bekerja sebagai bartender, dan ia tinggal di dalam "kotak kayu" (petakan yang dibatasi oleh partisi-partisi triplek atau semacamnya) di Hong Kong. Foto diambil: 9 Oktober 2012. REUTERS/Damir Sagolj
Para penghuni "kotak kayu" duduk-duduk, bersosialisasi dengan para tetangga, di antara kotak kayu tempat mereka tinggal di Hong Kong. Foto diambil: 9 Oktober 9, 2012. REUTERS/Damir Sagolj
Kam Chung, lelaki berusia 49 tahun. Dengan mengenakan penyangga punggungnya, ia berbaring di tempat tinggalnya di kotak kayu di Hong Kong. Foto diambil: 9 Oktober 2012. REUTERS/Damir Sagolj
Seorang perempuan tinggal di dalam rumah kotak kayunya, yang merupakan salah satu dari 19 unit yang memiliki luas masing-masing hanya 2,2 meter persegi, di kompleks apartemen seluas 55,7 meter persegi, di Hong Kong. Foto diambil: 16 September 2009. REUTERS/Bobby Yip
Di "Home for Love", orang-orang ini sedang beristirahat, yaitu sebuah akomodasi milik badan amal untuk mantan tunawisma dan pengangguran, yang menjadi penuh setelah terjadi krisis keuangan, di Hong Kong. Foto diambil: 17 Maret 2009. REUTERS/Bobby Yip
Di rumah kandang mereka berusaha bisa beristirahat sebagaimana mestinya orang yang tinggal di sebuah rumah. Rumah kandang ini adalah salah satu dari 100 rumah kandang yang ada di Hong Kong. Foto diambil: 20 Maret 2009. REUTERS/Bobby Yip
Wong Chun-sing, lelaki yang telah berusia 91 tahun, tak segan berpose di kubikel tempatnya tinggal. Rumah kotak kayunya itu adalah salah satu dari 19 unit seluas masing-masing 2,2 meter persegi yang ada di Hong Kong. Foto diambil: 16 September 2009. REUTERS/Bobby Yip
Yan Chi-keung nikmat tidur di kandang tempatnya tinggal, di distrik Tai Kok Tsui, Hong Kong. Di distrik tua seperti ini, ratusan pria jompo tinggal di kandang-kandang yang sempit dan memuat 12 orang dalam satu rumah, seringnya dalam kondisi kumuh. Foto diambil: 16 Juli 2008. REUTERS/Victor Fraile
Inilah pemandangan bangunan flat-flat tua, yang di dalamnya memuat flat yang dibagi-bagi, di Sham Shui Po, salah satu distrik tertua di Hong Kong. Foto diambil: 4 Februari 2013. REUTERS/Bobby Yip
Seorang pria berdiri di samping flatnya di dalam sebuah bangunan industri di Hong Kong. Foto diambil: November 1, 2012. Pada bulan Oktober, saat Leung Chun-ying memimpin Hong Kong, rumah kandang kembali dimunculkan. Juga apartemen kotak kayu.
Seorang warga sedang menonton TV di area umum, di depan tempat tidurnya yang ia sewa dengan harga $ 167 (sekitar Rp. 1,5 juta) sebagai rumahnya di Hong Kong. Foto diambil 1 November 2012. REUTERS / Tyrone Siu
No comments:
Post a Comment