Saturday, April 26, 2014

Aerli Rasinah, pewaris tari topeng dari Mimi Rasinah

Budaya membentuk bangsa. Maka melalui budaya itulah bangsa-bangsa besar yang punya motif menjajah menginfiltrasi bangsa lain yang tak bisa dianeksasi menggunakan kekuatan militer atau pun ekonomi. Budaya pop, budaya hedonisme, budaya kekerasan dan radikalisme, dan lain-lain. Secara perlahan, perubahan perilaku generasi muda diubah agar meninggalkan budaya luhur bangsanya, yang sebenarnya menjadi sumber kekuatan bangsanya.

Hal itu juga terjadi di Indonesia. Namun untunglah, tunas-tunas generasi penjaga budaya masih terus dilahirkan, sehingga sisa-sisa budaya yang masih ada bisa bertahan dari gempuran budaya asing yang tidak membumi. Aerli Rasinah, itulah nama salah satu generasi penjaga budaya kita, khususnya Tari Topeng. Saat ini, usianya memang masih muda. Ia lahir 1985 silam. Namun jika bicara soal prestasi dan pengalamannya di tari topeng, sepertinya tak berlebihan jika mengacungkan dua jempol. Dia adalah Aerli Rasinah, cucu sekaligus pewaris tari topeng Mimi Rasinah.

Ketika ditemui di sanggar Mimi Rasinah, Indramayu, Aerli mengungkapkan alasannya mengambil jalan hidup meneruskan dan melestarikan tari topeng dari sang nenek.

"Kalau kita sudah enggak kuat, ya hilang (kesenian tari topeng)," kata Aerli kepada merdeka.com, Jumat (18/4).

Meski nama Aerli sudah besar di dunia seni tari topeng, namun tak sebanding dengan kondisi sanggar. Ukuran sanggar sekitar 5x7 meter persegi. Di sudut ruangan terjauh dari pintu masuk, terdapat seperangkat alat musik gamelan. Di sampingnya ada etalase kaca berisi tumpukan seragam tari yang biasa digunakan untuk latihan.

Sambil duduk lesehan di sanggar, Aerli menceritakan pengalamannya menjadi penerus tahta tari topeng Mimi Rasinah. Bahwa, perkara mudah mendapatkan amanah dari sang nenek. Yang susah justru mempertahankan dan meneguhkan hati untuk meneruskan dan melestarikan kesenian tari topeng.

"Jangan sampai kita ada beban, jangan sampai diamanahi mandat Mimi jadi beban," terang Aerli.

Sebagai pekerja seni dengan pengalaman go international, tentu tak susah baginya mendapatkan pekerjaan jauh lebih layak. Terlebih jarak Indramayu ke Ibu Kota cukup dekat. Namun kepeduliannya pada kesenian, mengalahkan godaan diniawi yang hanya sekadar mencari materi.

"Semua bisa jadi artis, tapi untuk mempertahankan kesenian tradisional itu susah," kata Aerli.

Sesekali telepon genggam yang dipengangnya berbunyi. Dia pun menceritakan keinginannya untuk membesarkan sanggar, dengan membangun bangunan yang lebih besar lagi.

Menurutnya, dengan ukuran sanggar yang kecil seperti saat ini sudah tak muat lagi menampung para penari ketika latihan.

"Insya Allah semoga lancar," ucapnya.

Dia berharap agar pemerintah lebih memperhatikan nasib para seniman seperti dirinya. Jangan sampai pemerintah baru heboh, ketika ada negara lain yang mengklaim kesenian Indonesia.

"Jangan sampai tari topeng diklaim negara lain. Kita tidak bisa berbuat apa-apa, yang berkuasa kan pemerintah. Membeli sesuatu mudah, tapi merawatnya susah," pinta Aerli.

No comments:

Post a Comment