Saturday, March 8, 2014

Pasukan Katak Risau Berangkat Perang Karena Kekurangan Kondom

Salah satu aksi heroik TNI dalam perang kemerdekaan ialah operasi merebut kembali Irian Barat dari Belanda yang didukung Sekutu, baik dalam bentuk Operasi Trikora maupun operasi penyusupan dan amfibi. Persiapan menghadapi perang besar dan terbuka untuk merebut kembali Irian Barat sudah mulai dijalankan oleh TNI, ketika akhirnya Belanda berhasil dipaksa oleh dunia internasional untuk duduk di meja perundingan. Dan bagaimana akhirnya? Simak runtutan kisahnya berikut ini.

Sekitar tahun 1962, Presiden Soekarno kesal luar biasa. Belanda masih membandel tak mau menyerahkan Irian Barat ke pangkuan Republik Indonesia.

Saat itu TNI telah menggelar Operasi Trikora untuk merebut Irian Barat. Namun belum ada penyerangan besar-besaran secara terbuka. Baru sebatas penyusupan gerilyawan untuk berjuang di Tanah Papua.


Maka TNI mempersiapkan operasi amfibi untuk merebut Irian Barat. Operasi yang dinamakan Djajawidjaja ini dipusatkan di Pantai Biak. 100 kapal perang dan sekitar 15.000 personel TNI akan dikerahkan merebut pantai lalu merangsek ke daratan Papua. Sepanjang sejarah inilah operasi terbesar yang direncanakan TNI.

Pasukan Katak ikut dalam misi ini. Namanya pasukan khusus, tugas yang dibebankan pasti berat. Mulai dari pengintaian, menghancurkan ranjau dan menyiapkan pantai pijakan di Biak.

Selain itu mereka juga ditugaskan melakukan operasi komando, menyusup ke belakang garis belakang lawan.

Dibebani tugas berat, namun ternyata persenjataan yang tersedia tak banyak tersisa. Maklum Pasukan Katak adalah salah satu tim terakhir yang diberangkatkan dari Surabaya.

Kisah ini ditulis dalam buku Kopaska, Spesialis Pertempuran Laut Khusus yang diterbitkan dalam rangka 50 tahun Kopaska.

Saat itu di gudang senjata Angkatan Laut yang tersisa tinggal Sub-machine Gun (SmG) M50 Madsen kaliber 9 mm buatan Denmark dan beberapa pucuk senjata laras panjang. Tapi ini tak menyurutkan semangat mereka. Toh, bila terjadi kontak senjata dipastikan hanya dalam jarak dekat. SmG dianggap sudah cukup.

Kerisauan tim Paska justru datang dari keterbatasan kondom yang dibagikan. Jangan heran dulu, kondom ini bukan digunakan untuk alat kontrasepsi.

Perlengkapan berbahan karet ini sangat berguna untuk mendukung operasi bawah air. Kondom digunakan untuk membungkus detonator (pemicu bahan peledak) maupun sambungan tertentu sehingga kedap air (waterproof).

Tim juga tak diberi hellbox, alat pembangkit listrik untuk meledakkan bahan peledak. Namun tim masih membawa beberapa gulung firecord yang merupakan kabel berisi bahan peledak berkekuatan tinggi.

Tim Paska diberangkatkan ke Teluk Peleng. Mereka ditugaskan menculik Panglima Pasukan Belanda Laksamana Reeser.

Selain itu, tugas paling monumental adalah menjebol lambung kapal Induk Belanda Karel Doorman dengan torpedo manusia. Perintah ini baru didapat di Teluk Peleng. Benda ini masih asing buat mereka. Bahkan belum pernah ada ujicoba torpedo manusia sebelumnya.

Saat itu semua pasukan Indonesia sudah siap tempur. Begitu diperintah, ribuan pasukan akan menyerbu Belanda di Biak dan merebut Irian Barat.

Namun perang besar urung terjadi. Desakan internasional memaksa Belanda duduk di meja perundingan. Kesepakatan penyerahan Irian Barat dari Belanda pada pemerintah Indonesia ditandatangani 15 Agustus 1962.

Janji Presiden Soekarno Irian Barat akan kembali ke pangkuan RI sebelum ayam berkokok tanggal 17 Agustus 1962 pun terwujud.

No comments:

Post a Comment