Tuesday, January 1, 2013

Tedong Saleko, Kerbau Seharga Mobil Alphard

Tedong Saleko
ANDA tahu hewan bernama Kerbau? Dulu, waktu petani kita belum kenal dengan traktor, kerbau adalah salah satu hewan paling berjasa di sawah, sebagai penarik bajak. Sekarang, setelah traktor mengambil alih tugas Sang Kerbau, hewan itu hanya berfungsi sebagai calon makanan kita, walaupun sejak dulu dia memang suka kita makan juga - di samping sapi, kambing, ayam, dan sebagainya.

Tedong Saleko
Pertanyaan selanjutnya, menurut Anda, berapa sih pantasnya harga seekor kerbau itu? Mungkin Anda akan mengukur begini: Kalaupun misalnya kerbau dihargai lebih mahal dari sapi, sebagai bahan makanan, paling-paling cuma sekitar belasan juta atau duapuluh jutaanlah. Begitu? Tapi, boleh percaya boleh tidak, ternyata ada kerbau yang harganya setara dengan mobil Toyota Alphard. Nyaris 700 juta rupiah! Apa iya? Ya, Tedong Saleko sebutan kerbau itu, alias Kerbau Putih Belang Hitam.
Upacara Rambu Solo, di Toraja
Dan hal itu hanya terjadi di Tana Toraja. Karena, kerbau adalah hewan yang sangat bernilai tinggi bagi masyarakat itu. Khususnya dalam kaitan untuk upacara Rambu Solo, atau upacara pemakaman tradisi masyarakat Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Dan proses pemakaman ini merupakan salah satu dari sekian tradisi unik khas masyarakat Toraja. Dan bagi masyarakat ini, sebuah pesta besar wajib dilakukan buat menghormati mendiang. Benar-benar pesta besar, sehingga dana yang dihabiskannya bisa mencapai miliaran rupiah. Berikut ini, saya mengcoppaskan berita yang diturunkan oleh merdeka.com untuk Anda, semoga menjadi tambahan wawasan buat Anda.
Jumat, 28 Desember 2012, lalu, wartawan merdeka.com telah mendapat kesempatan menyaksikan upacara Rambu Solo di Tana Toraja. Saat itu, keluarga besar Tallulembang menggelar upacara pemakaman salah satu kerabat keluarga ini, yang meninggal sejak beberapa bulan lalu.
Di Toraja, keluarga Tallulembang merupakan salah satu yang terpandang. Sesuai adat, mereka wajib menggelar upacara pemakaman yang disebut Rambu Solo. Meski upacara pemakaman, namun suasananya tidak diliputi kesedihan, malah lebih mirip seperti pesta besar. Semua anggota keluarga besar hadir, demikian juga para kerabat jauh yang jumlahnya ratusan orang.
Mereka kompak berpakaian hitam-hitam, sedangkan para pria ada yang berpakaian warna lain, tapi tetap mengenakan sarung berwarna hitam polos.
Upacara dimulai dengan penyembelihan kerbau. Beberapa ekor kerbau hitam yang telah disiapkan disembelih dengan cara ditebas lehernya.
Yang menarik, ada kerbau belang (tedong bonga) yang dihadirkan dalam upacara. Ketika itu, ada empat ekor kerbau belang putih-hitam dan lima ekor kerbau hitam yang kulitnya mengkilat.
Julius, salah satu kerabat keluarga kebagian menjaga salah satu kerbau belang itu. "Yang ini harganya Rp 670 juta," kata dia, menunjukkan kerbau belang yang paling besar. "Sama dengan mobil Alphard ini harganya," lanjutnya.
Sementara tiga kerbau lainnya, lanjut Julius, berharga, Rp 400 jutaan hingga Rp 200 jutaan. "Yang paling mahal ini karena warna dasarnya putih dan dia belang hitam. Sedangkan yang lain itu, warna dasarnya hitam dan belangnya putih," tuturnya.
Semakin besar ukuran kerbau dan corak belangnya semakin bagus, maka harganya semakin mahal. "Kerbau ini memang dipelihara khusus untuk acara-acara seperti ini. Ada pedagangnya," kata Julius.
Dia menjelaskan, untuk kerbau putih dengan belang hitam, dijuluki saleko. Sementara untuk kerbau hitam dengan belang putih dijuluki bonga. Dan untuk kerbau yang berwarna hitam semua dijuluki pudu.
Nah, untuk kerbau-kerbau yang lebih mahal dari harga mobil ini, ternyata tidak disembelih. Dalam prosesi upacara Rambu Solo, kerbau belang itu, akan disumbangkan. "Karena keluarga besar yang meninggal beragama Kristen, kerbau ini disumbangkan kepada gereja," kata Julius.
Oleh gereja, kerbau-kerbau itu akan dilelang kepada pembeli dengan harga tertinggi. "Hasil lelang, 75 persen untuk pihak gereja. Sisanya 25 persen dikembalikan untuk keluarga pemilik kerbau," imbuh Julius.
Selain kerbau, puluhan ekor babi juga disiapkan dalam upacara ini. Babi-babi tersebut akan disembelih untuk makanan selama pesta. Karena untuk kebutuhan pesta, ukuran babi pun yang cukup besar dan harganya berkisar antara Rp 3 juta hingga Rp 7 juta. 
"Harga babi naik mulai bulan September sampai Desember karena banyak upacara seperti ini," kata Julius.
Dengan biaya yang mahal, upacara Rambu Solo tidak digelar oleh setiap keluarga di Toraja. Biasanya, hanya orang-orang kaya atau keturunan bangsawan saja yang mampu menggelar acara ini.
Julius menambahkan, jenazah orang Toraja yang meninggal tidak dimakamkan atau dikubur. Biasanya, mereka diawetkan terlebih dahulu. Jenazah kemudian dibawa ke gua batu di atas gunung atau liang-liang batu dan diletakkan dalam peti terbuka atau diletakkan begitu saja. "Ada juga yang disimpan di rumah-rumah adat yang dibangun di depan rumah masing-masing," jelasnya.
Puncak acara ini biasanya ditutup dengan adu kerbau. Dua ekor kerbau petarung berhadapan di sebuah lapangan. Siang itu, Menko Kesra Agung Laksono, Gubernur Sulawesi Selatan, Sahrul Yasin Limpo, dan beberapa gubernur dan wakil gubernur yang merupakan peserta rapat kerja Asosiasi Pemerintahan Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI), yang menggelar pertemuan di Tana Toraja, menyaksikan upacara Rambu Solo.
Dua kerbau bernama Panter dan Naruto berhadap-hadapan. Setelah bertarung sekitar 15 menit, saling menyerang dan beradu tanduk, Panter, kerbau hitam petarung berusia 10 tahun menang. Naruto lari terbirit-birit, menyerah dengan luka terkena tanduk di wajahnya. Penonton pun bersorak karena kerbau yang didukungnya menang.
"Taruhannya bisa puluhan juta rupiah. Panter itu, sudah sering menang beberapa kali," kata Johanes, salah satu warga Toraja yang gemar menyaksikan adu kerbau saat pesta Rambu Solo.

No comments:

Post a Comment