Ketika petang tahun kemarin gema takbiran memecah langit 1 Syawal, Budi merasa ada yang dirobek di dalam dadanya. Ia ditikam rasa kecewa pada dirinya sendiri. Ramadhan ini, ia hanya menjadi orang yang merugi....
Ia merasa telah dikhianati oleh kesenangan profesinya untuk bisa berbagi dengan kesenangan rohaninya pada Ramadhan. Hanya sedikit waktu yang tersisa untuk duduk tafakur dan mengaji. Dan bahkan, ia kerap diburu-buru oleh sisa waktu buat ruku’ sujud pada junjungannya yang Maha Agung.
Tuhan... keluhnya, saat Ramadhan tiba-tiba tuntas, hamba telah ditipu oleh fatamorgana-fatamorgana, sehingga mengabaikan hidangan yang telah Engkau suguhkan dengan begitu sempurna....
Lalu, ketika penasihat itu datang padanya, Budi merasa benar-benar telah dipecundangi. “Telah kaukenali iblismu, Cucu Adam?” tanya wajah yang teduh itu. Budi seketika gentar dan gemetar.
Iblismu... itulah yang dipesankan oleh Yang Maha Agung melalui Ramadhan, kenalilah iblismu dalam Ramadhan. Agar kalian bisa memenangi setiap peperangan melawan iblis yang sesungguhnya.
“Ketika Ramadhan membelenggu semua Iblis, yang harusnya kau lakukan adalah memahami dan menundukkan iblismu. Karena dia yang mengajakmu berpaling dari kepatuhan dan mengajak kepada kerusakan. Iblis yang sesungguhnya hanya meniupkan tipuan. Tapi dialah yang mengajakmu kepada kebodohan dan ketersesatan.”
“Jadi, apa yang telah kau lakukan terhadap iblismu, Cucu Adam?” tanya penasihat itu lagi, mendesak. Budi merasa terpojok dan marah pada diri sendiri. Karena pada Ramadhan kali ini, ia telah dikalahkan oleh iblisnya – sehingga ia hanya berhasil meraih sedikit dari begitu banyak rahmat karunia yang ditaburkan baginya.
“Ramadhan telah menjadi saksi, bahwa apabila engkau tidak mampu menaklukkan iblismu, maka engkau akan menjadi budak iblis paling setia. Padahal iblis, yang sesungguhnya itu, hanyalah meniupkan sedikit tipuan kepada iblismu, maka serta merta engkau menjadi amat terpedaya – seolah tiada akal dan keimananmu,” vonis penasihat itu, seraya berlalu.
Dan Budi merasa telah dipatahkan dengan amat menyakitkan. Tuhan... beri hamba-Mu ini kesempatan untuk bertemu lagi dengan Ramadhan berikutnya, dan berikutnya, dan berikutnya, dan berikutnya, ....
No comments:
Post a Comment