Suatu hari datanglah seorang lelaki ke hadapan seorang bijak. Ia menyampaikan maksud dan tujuannya kepada Sang Bijak, “Guru, saya mempunyai banyak dosa. Saya telah memfitnah, membohongi, dan menggosipkan orang lain dengan hal-hal buruk dan keburukannya. Kini saya menyesal dan ingin memohon maaf lahir dan batin. Bagaimana caranya agar Tuhan mengampuni semua kesalahan saya?”
Sang Bijak berkata, “Ambillah bantal di tempat tidurku. Bawalah ke alun-alun kota. Di sana, bukalah bantal itu sampai bulu-bulu ayam dan kapas di dalamnya keluar tertiup angin. Itulah bentuk hukuman atas kata-kata jahat yang telah keluar dari mulutmu.”
Meski kebingungan, toh lelaki itu mau menjalankan “hukuman” yang diperintahkan kepadanya. Di alun-alun ia membuka bantal. Maka dalam sekejap, bulu-bulu ayam dan kapas beterbangan tertiup angin. Menyebar ke segala penjuru alun-alun.
Setelah selesai, ia kembali menghadap kepada Sang Bijak. “Saya telah melakukan apa yang Guru perintahkan. Apakah kini saya sudah diampuni?”
Dengan tersenyum, Sang Bijak menjawab, “Kamu belum dapat pengampunan. Kamu sesungguhnya baru menjalankan separuh dari tugasmu. Kini, kembalilah ke alun-alun dan pungutlah kembali bulu-bulu ayam dan kapas yang tadi beterbangan tertiup angin itu.”
Saudaraku, nyatanya, tidak peduli berapa kali kita memohon maaf, kata-kata yang pernah keluar dari mulut kita akan menggema selamanya. Orang memang bisa memaafkan, tapi belum tentu bisa melupakan. Dan memang, sebuah permintaan maaf di hari yang fitri seperti besok bisa mengobati banyak hal. Namun, agaknya kita juga harus mengingat, bahwa semua itu tak akan ada artinya apabila kita masih terus mengulang-ulang kesalahan yang sama.
Saudaraku, menyambut hari kemenangan esok, ketika semua pintu maaf dibuka lebar-lebar, marilah kita saling berjabat tangan dan hati serta ketulusan itikad untuk saling memaafkan, lahir dan batin.
Selamat Idul Fitri 1432 H.
Sang Bijak berkata, “Ambillah bantal di tempat tidurku. Bawalah ke alun-alun kota. Di sana, bukalah bantal itu sampai bulu-bulu ayam dan kapas di dalamnya keluar tertiup angin. Itulah bentuk hukuman atas kata-kata jahat yang telah keluar dari mulutmu.”
Meski kebingungan, toh lelaki itu mau menjalankan “hukuman” yang diperintahkan kepadanya. Di alun-alun ia membuka bantal. Maka dalam sekejap, bulu-bulu ayam dan kapas beterbangan tertiup angin. Menyebar ke segala penjuru alun-alun.
Setelah selesai, ia kembali menghadap kepada Sang Bijak. “Saya telah melakukan apa yang Guru perintahkan. Apakah kini saya sudah diampuni?”
Dengan tersenyum, Sang Bijak menjawab, “Kamu belum dapat pengampunan. Kamu sesungguhnya baru menjalankan separuh dari tugasmu. Kini, kembalilah ke alun-alun dan pungutlah kembali bulu-bulu ayam dan kapas yang tadi beterbangan tertiup angin itu.”
Saudaraku, nyatanya, tidak peduli berapa kali kita memohon maaf, kata-kata yang pernah keluar dari mulut kita akan menggema selamanya. Orang memang bisa memaafkan, tapi belum tentu bisa melupakan. Dan memang, sebuah permintaan maaf di hari yang fitri seperti besok bisa mengobati banyak hal. Namun, agaknya kita juga harus mengingat, bahwa semua itu tak akan ada artinya apabila kita masih terus mengulang-ulang kesalahan yang sama.
Saudaraku, menyambut hari kemenangan esok, ketika semua pintu maaf dibuka lebar-lebar, marilah kita saling berjabat tangan dan hati serta ketulusan itikad untuk saling memaafkan, lahir dan batin.
Selamat Idul Fitri 1432 H.
No comments:
Post a Comment