Friday, October 28, 2011

Ego atau Tanggungjawab?

ADA yang bilang, orangtua atau anggota keluarga yang benar-benar bertanggungjawab, adalah yang bisa membagi waktu dengan adil antara waktu untuk keluarga dengan waktu buat bekerja. Tentu saja ada yang akan bilang, “Tapi saya bekerja membanting tulang, siang malam, demi menghidupi keluarga!” Ya, boleh jadi itu benar, kalau yang mengatakannya adalah tukang becak, atau kuli panggul, atau pekerja kasar bangunan. Sebab, kalau mereka tidak bekerja lebih keras dan lebih keras lagi, maka penghasilan mereka tak akan mencukupi buat memenuhi kebutuhan hidup.

Tapi kalau yang mengatakan itu adalah orang yang penghasilannya lebih dari cukup, dan tugasnya cuma melakukan pekerjaan (yang beruntung sekali) sangat disukainya, omongan itu jelas adalah kebohongan besar. Itu adalah alasan dia untuk mengejar kesenangan pribadinya, dengan mengabaikan tugas pentingnya yang lain, yaitu menjadi bagian dari keluarganya – agar semuanya bisa hidup dengan nyaman dan hangat dalam kasih sayang.
Bukan Tuhan yang menyuruh kita membuat bom atom, dan pastinya bukan Dia juga yang menyebabkan munculnya virus HIV AIDS. Kita, para manusia yang mengabaikan tugas utamanyalah yang telah menciptakan itu semua. Karena Tuhan hanya menyuruh kita patuh kepada-Nya dan menjaga amanat yang dititipkan-Nya kepada kita, baik berupa anak, rejeki, maupun ilmu. Namun kita nyatanya lebih patuh pada ajakan iblis untuk mengejar kesenangan pribadi – termasuk berlaku menyimpang sebagai homo seksual.
Berikut ini adalah cerita menarik tentang orang yang menjalankan tugas hidupnya sesuai fungsinya, sebagai suami, sebagai pelindung keluarga, sebagai ayah.
Bill Havens, adalah seorang pendayung hebat berkaliber Internasional di zamannya. Ketika suatu ketika, saat ia dalam masa karantina menjelang piala dunia mendayung, tiba-tiba ia menerima berita bahwa istrinya masuk rumah sakit dan akan dioperasi caesar untuk melahirkan anaknya.
Mendengar kabar tersebut ia memutuskan untuk segera pulang dan tidak mengikuti kejuaraan dunia. Ia memilih untuk menunggui istrinya yang akan melahirkan. Dan ia telah melakukan hal benar. Sebab, kalau ia tetap mengikuti kejuaraan dunia – dan siapa tahu, istrinya meninggal ketika melahirkan anaknya, lalu ia bilang – sambil berurai airmata, “Aku tak ada di sisi istriku ketika dia melahirkan anakku, dan dia meninggal karenanya, itu semua karena aku harus menjalankan tugas negara....” itu adalah kebohongan besar. Karena kalau ia tetap ingin mengikuti kejuaraan, itu pastilah karena ia ingin jadi pahlawan. Karena ia takut kemuliaan itu akan jatuh ke tangan orang lain, kalau ia tak mengambil peluangnya.
Dan yang terjadi pada Bill Havens belasan tahun kemudian ialah, tepatnya pada 1952, Bill menerima telegram dari putranya, Frank, yang pada saat itu baru saja memenangkan medali emas cano 10.000 meter pada Olimpiade di Finlandia.
Telegram itu isinya:
"Ayah, terima kasih karena telah menunggui kelahiranku.
Aku akan pulang membawa medali emas yang seharusnya ayah menangkan beberapa tahun yang lalu.
Anakmu tersayang: Frank."
Coba kita perhatikan, apakah Tuhan mengabaikan pengorbanan Bill Havens? Rasanya sangat tidak. Sebab, kalau pun Bill ketika itu memaksa ikut kejuaraan dunia, dia belum tentu menang. Karena lawannya belum tentu tak sebaik dia. Dan bukankah kita lebih merasa bahagia dan bangga kalau anak kita meraih prestasi yang selama ini kita idamkan?
Jadi, hidup kita adalah apa yang ingin kita raih di dalam hidup itu sendiri. Karena Tuhan hanya menyuruh kita patuh kepada-Nya dan menjaga amanat yang dititipkannya kepada kita dengan baik. Dan jangan lupa, Tuhan menciptakan kehidupan ini dalam hukum sebab-akibat, dan karena itu: “kita harus membeli apa pun yang kita inginkan.” Bahkan napas, yang jelas-jelas gratis itu, ‘harus kita beli dengan’ gerakan menghisap dan menghembuskan udara yang dilakukan secara otomatis oleh paru-paru kita, yang kita peroleh secara gratis juga itu. Dan kalau paru-paru itu bermasalah, sehingga tak bisa menjalankan fungsinya – barulah kita tahu, bahwa untuk bernapas saja, ternyata sangat mahal biayanya.

No comments:

Post a Comment