"Siang," jawab Bapak Anggota Dewan, formal, dan agak kurang ramah. Biasanya “orang penting” kan begitu kesannya. "Ini siapa yah?" tanya beliau kemudian, tapi tak bisa menyembunyikan minatnya. Maklum, yang menelepon mengandung potensi asyik.
"Saya Anne, Pak, yang pernah tidur bersama Bapak waktu itu."
Weit! Bapak Anggota Dewan kaget, lalu celingak-celinguk – takut ada yang ikut dengar. "Hah?"

Rupanya, Bapak Anggota Dewan ini punya banyak rahasia “yang tak boleh terbongkar”. Maka, ancaman itu langsung disambut baik olehnya. "Oke. Baiklah," jawabnya, sambil celingak-celinguk lagi, betul-betul kuatir akan ada yang ingin menguping. Ia seketika pasrah, tapi sambil berpikir dan berusaha mengingat-ingat, di mana dia pernah meniduri wanita bersuara “napsuin” ini. Karena memang tak ada jalan lain, maka beberapa hari kemudian Bapak Anggota Dewan menyerahkan sejumlah uang, menaruhnya di suatu tempat yang telah ditentukan.
Beberapa hari kemudian, wanita itu menelepon lagi, dan meminta hal yang sama. Bapak Anggota Dewan kembali mengabulkan permintaannya, tetap dengan rasa penasaran – berusaha mengingat-ingat akan si pemeras ini. Beberapa minggu berikutnya, wanita itu meminta lagi hal yang sama dengan ancaman yang sama.
Kembali, dengan pasrah, Bapak Anggota Dewan mengabulkannya. Namun pada akhir pembicaraan, Bapak Anggota Dewan bertanya, “Okelah, aku kabulkan. Tapi kasih tahu saya, dong, kapan dan di mana kita pernah tidur bersama?"
Setelah menerima uang dari Bapak Anggota Dewan, barulah wanita itu menjawab dengan suaranya yang “napsuin”, dengan kalem, dengan lembutnya, "Lho... masak Bapak lupa... kita kan pernah tidur bersama... waktu Bapak Presiden membacakan pidato pertanggung-jawabannya di sidang paripurna...."
No comments:
Post a Comment