Friday, August 19, 2011

Surga di Balik Jendela

Pada suatu waktu, di sebuah rumah sakit, ada dua orang pria yang sama-sama menderita sakit keras. Keduanya dirawat di dalam satu kamar. Seorang di antara keduanya menderita suatu penyakit, yang mengharuskannya agar setiap sore hari duduk di tempat tidurnya selama satu jam, untuk mengosongkan cairan dari paru-parunya. Kebetulan, tempat tidur pria itu berada tepat di sisi jendela yang cuma satu-satunya ada di kamar itu.

Pria satunya, yang diharuskan berbaring lurus di atas punggungnya, menempati pembaringan yang berada di sisi lain kamar, yang jauh dari jendela.
Karena mereka cuma berdua di kamar itu, maka setiap hari mereka selalu bercakap-cakap selama beberapa jam. Mereka saling membicarakan tentang istri dan keluarga, rumah, pekerjaan, keterlibatan mereka di ketentaraan, serta mengenai tempat-tempat yang pernah mereka kunjungi selama liburan.
Setiap sore, ketika pria yang tempat tidurnya berada dekat jendela di perbolehkan untuk duduk, ia menceritakan tentang apa yang terlihat di luar jendela kepada rekan sekamarnya. Selama satu jam itulah, pria yang kedua merasa begitu senang dan bergairah membayangkan betapa luas dan indahnya semua kegiatan dan warna-warna indah yang ada di luar sana.
“Di luar sana ada sebuah taman dengan kolam yang indah. Di kolam itu ada itik dan angsa berenang-renang. Cantik sekali. Di sana juga ada anak-anak yang bermain perahu-perahuan. Di tengah taman yang dihiasi oleh beraneka warna bebungaan, ada beberapa pasangan sedang berjalan sambil bergandengan tangan. Sebuah pohon tua yang besar dan rindang juga menghiasi taman. Dan jauh di atas sana, terlihat kaki langit kota yang memesona. Ah, benar-benar senja yang indah.”
Pria pertama selalu menceritakan keadaan di luar jendela dengan detail, sedang pria yang satunya mendengarkan sambil memejamkan mata, membayangkan semua keindahan panorama yang dituturkan teman sekamarnya itu. Perasaannya menjadi lebih tenang dalam menjalani kesehariannya di rumah sakit itu. Semangat hidupnya menjadi lebih kuat dan rasa percaya dirinya juga bertambah.
Pada sore yang lain, pria yang duduk dekat jendela menceritakan tentang adanya parade karnaval yang sedang melintas di luar rumah sakit. Meski pria kedua tak dapat mendengar suara parade itu, namun ia dapat melihatnya melalui pandangan mata pria yang pertama yang menggambarkan semuanya itu dengan kata-kata yang indah, sehingga seolah-olah pria kedua dapat melihatnya dengan mata kepala sendiri.
Demikianlah kehidupan mereka sehari-harinya, hingga tak terasa satu minggu telah berlalu.
Suatu pagi, perawat datang membawa sebaskom air hangat untuk memandikan pasien. Namun ia mendapati pria yang pembaringannya dekat dengan jendela itu telah meninggal dunia dengan tenang dalam tidurnya. Perawat itu menjadi sedih dan lalu memanggil perawat lain untuk membantu memindahkan jenazah pria itu ke kamar mayat.
Di tengah kesedihannya karena ditinggal teman, pria kedua lalu meminta pada perawat agar dirinya dipindahkan ke tempat tidur yang dekat dengan jendela itu. Perawat memenuhi keinginannya dengan senang hati dan memersiapkan segala sesuatunya. Setelah memindahkan pria itu ke pembaringan dekat jendela, perawat meninggalkan kamar.
Sekarang pria itu sendirian di kamar. Dengan rasa penasaran dan penuh harapan, ia memaksakan diri untuk bangun duduk – pelan-pelan dan sambil menahankan rasa sakit. Ia sangat ingin bisa segera melihat keindahan dunia luar melalui jendela itu. Ah, ia berdebar dan merasa sangat senang, karena akhirnya akan bisa melihat sendiri dan menikmati semua keindahan itu. Dengan perasaan tegang, ia menjengukkan kepalanya ke jendela di samping tempat tidurnya. Dan ia terpana. Oh, apa yang dilihatnya? Ternyata, jendela itu menghadap ke sebuah TEMBOK KOSONG!
Dengan perasaan dicabik kecewa, pria itu memanggil perawat dan lalu menanyakan, apa yang membuat teman sekamarnya yang sudah wafat tadi selalu bercerita, seolah-olah melihat semua pemandangan yang luar biasa indah di balik jendela itu. Dengan merasa heran, perawat itu menjelaskan bahwa teman sekamarnya selama ini adalah orang buta. Jadi, bahkan tak mungkinlah dia bisa melihat tembok sekali pun.
“Barangkali dia ingin memberi Anda semangat hidup dengan semua ceritanya itu,” kata perawat itu.
Cerita di atas membuat kita percaya, bahwa setiap kata memang selalu bermakna bagi setiap orang yang mendengarnya. Setiap kata adalah layaknya pemicu, yang mampu menyusup ke sisi terdalam hati manusia, dan membuat kita melakukan sesuatu. Kata-kata, akan selalu memacu dan memicu kita untuk menggerakkan setiap anggota tubuh kita, dalam berpikir dan bertindak.
Kita percaya bahwa di dalam kata-kata tersimpan kekuatan yang sangat kuat. Dan kita telah sama-sama melihatnya dalam cerita di atas. Kekuatan kata-kata akan selalu hadir pada kita yang percaya.
Kita percaya bahwa di dalam kata-kata yang santun, sopan, penuh dengan motivasi, bernilai dukungan, memberikan kontribusi positif dalam setiap langkah manusia. Ujaran-ujaran yang bersemangat, tutur kata yang membangun selalu menghadirkan sisi terbaik dalam hidup kita. Ada hal-hal yang memesona saat kita mampu memberikan kebahagiaan kepada orang lain. Menyampaikan keburukan, sebanding dengan setengah kemuraman. Namun menyampaikan kebahagiaan akan melipat-gandakan kebahagiaan itu sendiri.

No comments:

Post a Comment