Saturday, June 18, 2011

Gucci: Nama Besar Keluarga dan Branded

… ”Aku suka tas Gucci ini bukan karena mereknya Gucci. Sungguh! Hanya saja [kebetulan] seleraku yang bagus ini mendapat legitimasi dari realitas sebuah merek yang ternyata mewakili merek mahal hehehe. Ia hanyalah sebuah benda yang terlalu amat sangat rendah untuk menggantikan ketinggian hati manusia."

Kalimat di atas hanyalah sepenggal dari cerita seorang gadis yang diberi tas Gucci oleh tetangganya yang kebetulan dari kalangan jet-set. Gadis tadi mungkin saja mewakili dari sekian juta manusia yang bicara tentang nilai-nilai suatu taste dari strata sosial masyarakat yang beraneka ragam keinginannya. Untuk lebih asyiknya, yuk kita telusuri sepak terjang keluarga Gucci, produsen kelas top barang mewah untuk kalangan jet-set atau selebritis dunia.
Tidak mudah mempertahankan sebuah merek. Apalagi jika itu merek dari produk yang sudah menempati urutan teratas dan dikenal orang seantero dunia. Jatuh bangunnya sebuah merek paling tidak membuktikan bahwa membangun merek tidaklah semudah mempertahankan dan meningkatkan. Dengan kerja keras tentunya. Dan salah satu merek yang kami maksud adalah GUCCI.
Bagi mereka yang selalu bergelimang dengan gaya hidup pastilah tahu apa itu Gucci. Ya, sebuah merek yang terkenal dari sekian produk seperti; tas, jam tangan, sepatu, ikat pinggang, dan sebagainya. So, harga bukan masalah bagi penggila produk branded ini. Yang penting itu merek bisa melekat di tubuhnya untuk setiap penampilan atau event khusus.
Membangun merek bukanlah sehari-dua hari langsung jadi. Banyak faktor yang harus diperhitungkan. Mulai dari mengemas isu, persuasif artikel, hingga publikasi yang elok lagi menawan dibutuhkan, demi merek. Dan membangun merek itu haruslah seiring dengan kualitas produk yang ditawarkan oleh sang produsen. Belum lagi cerita tentang bagaimana bermanuver mengatasi persaingan terhadap produk barang yang sejenis. Jelas sudah, di sinilah produsen dituntut aktif berkreasi dalam menciptakan produk-produk unggulan, dalam kadar memenuhi gaya hidup sosialite. Di sini Gucci memegang peranan besar untuk suatu kisah.
Nama Gucci dibangun oleh sang pendirinya, Guccio Gucci (1881-1953) sebagai perusahaan busana terkemuka pada 1921 di Firenze, Italia. Buah tangan Gucci pertama kali dimiliki oleh multimilyuner Jerilos. Pada 1938, Gucci mulai mengembangkan sayapnya dengan membuka butiknya di Roma. Kematian Gucci pada 1953 tidaklah membawa langkah surut dalam bisnisnya. Penggantinya, Aldo Gucci, putra ketiganya dengan cepat memainkan peranan pentingnya. Sebagai pemimpin tertinggi, ia leluasa memperluas jaringan bisnisnya dengan membuka beberapa butiknya di London, Paris dan New York. Ekspansinya tidak berhenti sampai di situ. Pada 1960, ia membuka pertokoannya di timur jauh; Hong Kong dan Tokyo.
Kerja keras, kreatif, menggantungkan merek setinggi mungkin di langit, adalah pola bisnis yang membuka secercah cahaya kesuksesan. Nama Gucci ada di balik semua itu. Ia kian gemerlapuntuk sebuah produk branded mode dunia. Namun, jangan kita mengira bahwa semua itu tidak memiliki sisi-sisi gelap dan penuh liku. Di level ini, Gucci pun mengalami.
Ongkos mempertahankan bahkan meningkatkan merek barang sekaliber Gucci mungkin tidak main-main. Kalau tidak terkontrol dan hati-hati, bisa saja menyebabkan utang perusahaan makin menumpuk akibat biaya operasional yang tinggi. Sementara target yang sudah dicanangkan secara gila-gilaan tidak tercapai.
Dan Gucci mengalami kenyataan pahit ini pada 1989, di mana utang-utang akibat operasional kian menumpuk. Hal ini membuat Gucci diambang kebangkrutan. Petinggi Gucci yang juga pemegang 49% saham Yves Saint Laurant (YSL) dengan terpaksa mencairkan danainvestasinya di YSL.
Perkembangan selanjutnya, YSL beralih ke tangan Gucci Group dengan mengusung nama Tom Ford sebagai creative director untuk koleksi busana wanita siap pakai. Sementara Saint Laurent tetap merancang koleksi houte couture. Pada 2002, ia pun mengakhiri rumah couture YSL dan membiarkan Gucci terus membesarkan namanya.
Sayap Gucci terus berkembang. Di dalam bisnis kulit mewah pun ia terjuni. Bagi keluarga Gucci, ini memiliki sejarah tersendiri. Pada 1923, Guccio Gucci membuka bisnis produk kulit mewah untuk kalangan turis dan selebritis seluruh dunia yang berkunjung ke  Florence, Italia. Sepeninggalnya, pada 1953, Guccio digantikan oleh ketiga anaknya yang bernama Rodolfo Gucci, Vasco Gucci dan Aldo  Gucci. Sudah tentu ketiganya mewarisi bagian yang sama di perusahaan. Pertengkaran  keluarga pun tak terhindarkan. Rodolfo Gucci meninggal pada Mei 1983. Ia digantikan anaknya, Maurizo sebagai pewaris tahta bisnisnya dengan mendapatkan sepertiga bagian Gucci.
Dengan kecemerlangan Maurizo sebagai pebisnis andal, akhirnya melengserkan Aldo Gucci, sang pamannya, dari kursi kepemimpinan Gucci. Ia juga memaksa Paolo, yang merupakan anak dari Aldo Gucci, untuk menyerahkan bagiannya di perusahaan. Media menyebut pertikaian ini sebagai The Gucci Wars. Aldo Gucci pada akhirnya dituduh menggelapkan pajak dan menyalahgunakan uang perusahaan. Ia dikenai hukuman satu tahun penjara dan denda US$ 30.000. Inilah badai bisnis keluarga Gucci, di mana pada akhir 1980 merupakan masa pahit dalam kerajaaan ritel mewahnya di Amerika. Pada awal 1990-an tercatat penjualan mengalami penurunan drastis sedangkan utang terakumulasi.
Di awal 1990-an penjualan menurun dan utang terakumulasi. Akhirnya Maurizo menggandeng investor asal Bahrain, Invest Corp International, demi menolong perusahannya dari kebangkrutan. Pada 1992, mau tidak mau perusahaan harus berganti nama menjadi Gucci Amerika Inc. Mereka mengalami kerugian sebesar US$30 juta plus utang lama sebesar US$ 100 juta. Invest Corp pun segera memaksa Maurizo menjual 50% bagiannya di Gucci, lalu meninggalkannya. Maurizo mencoba kembali menuntut tapi ia tidak begitu kuat lagi dan akhirnya menyerah dengan menjual sisa bagiannya di Gucci kepada Invest Corp Inc, pada September 1993. Inilah kisah yang mengharubirukan keluarga Gucci yang kehilangan sebuah perusahaan legendarisnya.
Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Dan itulah kepahitan yang dialami oleh Keluarga Gucci di mana nyawa Maurizo Gucci meregang. Ia di tembak oleh pembunuh bayaran pada Maret 1995. Tiga tahun kemudian diketahui bahwa istrinyalah yang bertanggung jawab atas penembakan tersebut, dan sang istri dijatuhi hukuman 29 tahun penjara.
Keluarga boleh berantakan. Tapi merek produk yang tercipta dari kerja keras keluarga Gucci harus terus berkibar. Dan itulah yang terjadi. Akhirnya, tibalah masa duet Tom Ford sebagai creative director dan Domenico De Sole sebagai CEO Gucci Amerika. Pada 1995 Invest Corp memutuskan go public. dan pada 1997 menjual seluruh saham akibat tingginya nilai Gucci di bursa saham. Akhirnya pada 1999, perusahaan ritel Prancis Pinault-Printemps-Redoute (PPR) membeli 40% saham Gucci agar tidak jatuh ke tangan kompetitor Louis Vuitton. Sampai sekarang sentuhan Frida Gianni memberikan nafas baru bagi Gucci di luar sensualitas liar ala Tom Ford.

No comments:

Post a Comment