Kesombongan Diri

Budi, seorang anak laki-laki yang masih duduk di bangku kelas 3 SD, baru saja memenangkan sebuah medali sebagai pembaca terbaik di kelas. Terbuai oleh rasa bangga yang berlebihan, ia lantas menyombongkan diri di hadapan pembantu di rumah, “Bibi, coba Bibi liat nih, kalo Bibi bisa mbaca sepinter aku.”
Si Pembantu mengambil buku itu, mengamatinya sejenak, lalu bilang pada Budi, “Den Budi... Bibi nggak bisa baca....”

Sombong seperti burung merak, anak kecil itu lari ke ruangan keluarga dan berteriak kepada ayahnya, “Pa! Bibi nggak bisa baca! Padahal aku, yang umurnya baru delapan tahun aja, udah bisa dapet medali dari kehebatan aku membaca!” Ia duduk di sebelah ayahnya. “Aku jadi pengen tau, kayak apa sih rasanya kalo orang nggak bisa baca itu?”
“Maksudnya?” tanya Ayah, menoleh anaknya itu.
“Iya, tadi Bibi aku kasih liat buku, tapi dia nggak bisa baca tulisan yang ada di buku itu, Pa,” jelas Budi.

“Oooh....” Ayah segera bangun dari duduknya dan pergi ke rak buku. Di sana ia mengambil sebuah buku yang tak terlalu tebal. Ketika kembali ke tempat duduknya, ia memberikan buku tersebut kepada anaknya. “Kalau kamu melihat isi buku ini, pasti kamu akan merasa seperti apa yang Bibi rasakan itu.”
Budi menerima buku itu dan segera membukanya. Ia seketika bengong. Tak satu coretan pun yang ia kenal di buku itu. Ia memandangi deretan hurup-hurup kanji di buku itu sambil menyeringai dan garuk-garuk kepala. Ia menoleh kepada ayahnya dan meringis, “Ooo... gini ya rasanya....” ungkapnya dengan perasaan malu.

Anak laki-laki itu tidak akan pernah melupakan pelajaran itu selama-lamanya. Sehingga, bila perasaan sombong muncul di dalam dirinya, dia dengan tenang akan mengingatkan dirinya dengan, “Ingat, Budi... kamu juga nggak bisa baca hurup-hurup kanji di buku Papa waktu itu.” Dan itu membuatnya maklum bahwa manusia itu tak ada yang sempurna. Selalu ada saja kekurangannya. Selalu saja ada yang tidak dipahaminya.
Apa Anda sudah mengetahui apa kekurangan Anda? Ada baiknya Anda mengetahuinya....