Wednesday, June 15, 2011

Ranjang Istri...

Dini hari Abi sampai di rumah. Capek, ngantuk, dan kangen sama istri. Tapi waktu dia masuk kamar, ia langsung patah hati. Soalnya... tak ada tempat lagi untuknya di ranjang istrinya pagi itu.
Abi sebetulnya orang yang beruntung. Dia punya istri yang cantik, baik dan setia. Dan dia juga dikaruniai anak-anak yang cakep, pintar, dan patuh pada orangtua. Tapi yang paling penting, dia juga dikaruniai kesehatan dan jalan nafkah yang lapang.

Cinta dan tanggung jawabnya pada keluarga membuatnya rela jungkir-balik siang-malam mencari nafkah buat mereka, selain karena ia sendiri juga memang seorang penggila kerja. Rumah, kendaraan, dan segala kebutuhan buat anak-istrinya selalu ia upayakan untuk bisa dipenuhi.
“Soalnya saya tau bagaimana rasanya menginginkan sesuatu tapi tanpa harapan akan bisa memilikinya,” ungkapnya pada temannya, dalam suatu perbincangan dari hati ke hati. “Sangat menyakitkan dan sangat menyengsarakan untuk dikenang.”
Masa lalunya memang tidak punya banyak warna buat dikenang. Dan dia sudah memutuskan menjadikan wilayah itu sebagai cagar motivasi tempat ia menoleh kalau sedang kehilangan semangat. Supaya anak-istrinya tak akan pernah merasakan bagaimana nelangsanya hidup dalam ketidak-cukupan.
Tapi di sisi lain, ia pun sadar bahwa kesibukannya mencari nafkah telah membuatnya jadi sering absen dari sisi anak-istrinya. “Itu resiko yang harus saya terima. Soalnya di dalam hidup ini, kita kan nggak bisa dapet semuanya. Sekeras apapun kita mengusahakannya, pasti ada aja yang lolos.”
Karena itu, dini hari ini, ia kembali merelakan tempatnya di ranjang istrinya dan pergi ke kamar anak lelakinya. Soalnya anak-anaknya kalau tidur seperti helikopter, berputar-putar ke sana-ke mari. Jadi, daripada membuat situasi di ranjang istrinya itu jadi makin kacau oleh kehadirannya, lebih baik ia mengalah saja.
Ia baringkan tubuh lelahnya di tempat tidur anak sulungnya, dan ia simpan rasa kangennya pada istri untuk lain hari, lalu berusaha memejamkan mata selekas mungkin. Sebab sehabis Subuh nanti, anak lelakinya akan menyuruhnya pindah ke kamarnya sendiri. Pada saat itu, anak dan istrinya sudah repot dengan kegiatan paginya masing-masing. Anak-anak bersiap-siap untuk pergi ke sekolah, sedang istrinya sibuk menyiapkan sarapan sebelum akhirnya juga pergi kerja. Dan ia tergolek sendirian di ranjang istrinya sampai weker membangunkannya.
“Abis, kamu pulangnya Subuh melulu, sih...! Aku kan jadi kesepian. Makanya, daripada aku merana tidur sendiri, mendingan aku ajak aja anak-anak tidur bareng di kamar kita. Nggak apa-apa, kan?” ujar istrinya suatu hari.
Itu yang membuat Abi selalu bersyukur. Karena ia dikaruniai istri yang tetap mencintai dan pandai memelihara kehormatan dirinya, meski kesepian.

No comments:

Post a Comment