Wednesday, June 1, 2011

K A S T A

Ngomong-Ngomong soal pekerjaan, itu bisa dianalogikan dengan membicarakan orang yang lagi kehausan. Waktu kita lagi kehausan, yang kita butuhkan itu 'kan cuma minum. Bagusnya sih minum es kelapa muda, atau es sirup, atau es buah yang segar. Tapi kalau adanya cuma air putih bagaimana? Apa akan membuat rasa nikmat saat mereguknya jadi berkurang? Apa rasa haus kita jadi batal hilang? Tidak juga, bukan? Paling-paling, yang tak terpuaskan itu adalah, “Wah, kalo es kelapa muda pasti lebih seger, nih...!” Itu dia! Itu yang tidak terpuaskan. Tapi rasa hausnya sendiri pasti sudah terpuaskan, toh? 

   Begitu juga dalam soal kerja. Kalau lagi menganggur, apalagi ditambah butuh duit, biasanya pekerjaan apa saja bisa jadi jalan keluar yang indah. Yang penting halal, kata orang yang pikirannya masih lurus. Tapi prinsipnya, yang penting kerja. Soalnya, kebutuhannya 'kan cuma itu. Nah, bahwa di dalam dunia kerja juga ada kasta-kastaan, ya itu tak bisa dihindarilah. Soalnya, dalam suatu pekerjaan, memang diperlukan pemilahan dari bidang-bidang yang lagi dikerjakan. Ada bos, wakil bos, anak buah bos, dan seterusnya, sampai orang yang lingkup kerjanya paling di pojok dan kotor. 

   Kalau menurutkan harapan, kita semua inginnya jelas punya pekerjaan dari kasta yang tertinggi. Tapi ukuran kesanggupan (biasanya disebut nasib) tiap orang 'kan beda-beda. Ada yang kesanggupannya cuma jadi office boy, dan ada juga yang tidak bisa lebih dari wakil presiden. Nafsunya sih ingin jadi presiden, tapi kalau “spesifikasi dari pabriknya” cuma sampai wakil presiden, ya tak usah memaksakan diri jugalah. Cita-cita memang boleh setinggi langit, tapi ya jangan lupa sama daratan juga, dong. Supaya kalau jatuh tak tercemplung di laut. Soalnya, sial betul kalau sudah jatuh eh tenggelam pula.

   Pada akhirnya, rasanya, yang menjadi batasannya adalah rasa syukur kita. Kalau kita yang tadinya cuma anak pedagang kaki lima, yang tiap hari harus balapan lari sama Petugas SatPol PP, yang rumahnya mengontrak terus, tapi kemudian bisa jadi pegawai negeri sipil seperti yang kita idam-idamkan, terus bisa membeli rumah sendiri – biarpun ukuran rumahnya sangat sederhana, punya pasangan hidup yang lumayan cakep, dan punya anak-anak yang lumayan encer otaknya, ya sudah, alhamdulillah. Ingin pangkatnya lebih tinggi? Ya itu wajar saja. Namanya orang kerja ya harus ada kenaikan pangkat dan gaji juga, bukan? Ingin kaya? Yah... semua orang juga maunya begitu...!

   Berikut ini adalah contoh tentang relatifnya sebuah pekerjaan.
Di panggung 1: Jauh di sebuah dusun nelayan dengan aroma laut yang kental, seorang paman menanyakan kabar keponakannya yang telah lama pergi merantau ke kota. Dengan bangga, ibu anak muda itu menjawab, “Syukurlah, sekarang hidup Bejo sudah enak. Dia bekerja sebagai petugas kebersihan di gedung tinggi.”
Di panggung 2: Di sebuah gedung perkantoran di tengah kota yang sibuk. Seorang sekretaris yang cantik, seksi dan  wangi, bertanya pada rekan kerjanya, “Eh, siapa sih itu?” 
Yang ditanya langsung melihat ke arah pandangan mata Si Sekretaris, dan lantas menjawab dengan setengah mencebik, “Ooh, itu sih Si Bejo. Dia 'kan cleaning service di building kita.” 
Si Sekretaris terlihat agak kecewa, “Ooh, cuma cleaning service.... Padahal orangnya lumayan juga, ya? Nggak keliatan bego-bego amat lagi.” 

   Nah, kelihatan 'kan ukurannya? Sebuah pekerjaan, meski sama dibutuhkan oleh setiap orang, tapi kadar nilainya relatif. Buat ibunya Bejo, sudah hebat Si Bejo itu bisa bekerja di dalam gedung yang tinggi, yang dari jauh kelihatan mentereng – menjulang gagah. Tapi buat Si Sekretaris dan temannya yang kasta profesinya lumayan tinggi, pekerjaan Bejo itu adalah profesi yang paling pojok dan kotor. Walaupun secara fungsi sebenarnya tidak adil banget. Tapi ya apa mau dikata? Jadi, ya biar sajalah dunia ini berjalan seperti biasanya. Mau ada kasta-kastaan kek, nggak kek, yang penting kita semua punya pekerjaan, ada fungsinya. Seperti ajakan Jokowi: Kerja! Kerja! Kerja! Sebab hakikat utama kita sebagai makhluk sosial adalah fungsi kita. Manfaat kita sebagai manusia – kata agama.

   Jadi, ayo deh kita singsingkan lengan baju, buang dan bakar semua angan-angan muluk yang tak ada gunanya itu, dan mulai mengerjakan sesuatu. Kerja saja. Tidak usah dipikir-pikir tingkat kastanya. Apalagi sekarang ini 'kan lagi susah banget yang namanya lowongan pekerjaan. Jadi, ya kerjakan saja apa yang bisa kita kerjakan. Macul kek, gali sumur kek, apa sajalah. Pokoknya kerja. Halal. Kita dapat duit. Bisa beli sembako. Syukur-syukur kalau juga bisa beli radio, teve, dan hape. 
   Ya sudah, disyukuri saja.

No comments:

Post a Comment